Kamis 08 Oct 2015 16:07 WIB

Puluhan Warga Negara Cina Terlibat Kejahatan Siber di Bali

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Esthi Maharani
Kejahatan siber
Kejahatan siber

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Sebanyak 43 warga negara Cina dan lima orang warga negara Taiwan terlibat kejahatan siber (cyber crime) di Bali. Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, Yoseph HA Renung Widodo memaparkan mereka masuk Indonesia tidak untuk berwisata sebagaimana izin yang diberikan.

"Sebanyak 43 orang dikenakan tindakan administrasi keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan, sedangkan lima orang lainnya dikenakan tindak projusticia dan telah mendapatkan putusan pengadilan," kata Widodo di Badung, Kamis (8/10).

Kelima warga negara tersebut adalah Zhang Dejun dan He Wei asal Cina, serta Yang Fu Lin, Liu Chun Wei, dan Yeh Lin dari Taiwan. Mereka didakwa dengan pasal 116 UU No. 6/ 2011 tentang Keimigrasian dengan ancaman kurungan maksimal tiga bulan atau pidana maksimal Rp 25 juta.

Pengadilan Negeri Denpasar, kata Widodo menyatakan bahwa kelimanya terbukti sah bersalah melakukan tindak pidana. Mereka akhirnya dipidana empat juta rupiah per orang atau satu bulan kurungan.

Widodo memaparkan modus operandi dari praktik kejahatan siber yang kerap ditemukan di Indonesia, termasuk Bali. Pertama, pelaku utama biasanya berasal dari Taiwan yang memahami operator telekomunikasi di Indonesia.

Kedua, pelaku utama merekrut warga negara asal Cina yang berpotensi mengetahui informasi orang-orang kaya di negara asalnya, termasuk jaringan pemerintah yang akan menjadi obyek kejahatan siber. Ketiga, pelaku utama menyediakan akomodasi tiket untuk orang-orang yang sudah direkrut dan diminta datang ke Indonesia secara perorangan.

Keempat, mereka dikumpulkan sesampainya di Indonesia dalam satu hotel, kemudian disewakan vila  Mereka selanjutnya diberikan fasilitas perlengkapan teknologi informasi untuk melaksanakan kegiatan ilegalnya.

"Mereka beroperasi di Indonesia, menggunakan operator dan satelit Indonesia, tapi merugikan korban di negara asal mereka. Oleh sebab itu kami kesulitan menjeratnya dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik," kata Widodo.

Kabid Humas Polda Bali, Kombes Herry Wiyanto sebelumnya mengatakan kejahatan siber yang dilakukan warga Cina di Bali cukup sulit dideteksi. Alasannya, peralatan internet masih belum mumpuni.

"Rata-rata korban mereka berada di negara asal," ujar Herry.

Pihak Polda Bali juga belum mengetahui pasti laman, situs, atau blog yang digunakan pelaku. Kedok turis dinilai lebih aman oleh pelaku kejahatan siber di Indonesia. Mereka berkamuflase sebagai wisatawan menggunakan fasilitas bebas visa di Indonesia dan merusak citra pariwisata Bali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement