REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani mengharapkan polisi bisa menyelesaikan kasus Salim Kancil. Ia pun meminta polisi tak hanya fokus pada kasus kekerasan pada aktivis tersebut, tetapi juga praktik penambangan pasir ilegal di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Ia menyakini ada tindak pencucian uang di praktik penambangan pasir tersebut. Untuk membongkar dan membuktikan adanya backing dari pihak-pihak tertentu, maka harus dilakukan pemeriksaan aliran dana yang ada di sana.
''Untuk membongkar apakah ini ada backing, dana suap, dan sebagainya, ini kan harus diperiksa dan didalami, apakah ada tindak pencucian uangnya. Jadi tidak berhenti hanya di kasus kekerasan dan ilegal mining,'' kata Arsul saat dihubungi Republika, Kamis (8/10).
Pada saat melakukan kunjungan ke Lumajang, Komisi III juga telah bertemu dengan jajaran Polda Jawa Timur. Komisi III, kata Arsul, sempat meminta kepada pihak Kepolisian untuk bisa menuntaskan kasus di Selok Awar Awar.
Aktivis lingkungan, Salim Kancil, harus meregang nyawa lantaran dianiaya sekelompok orang, akhir bulan lalu. Pun dengan rekannya, Tosan, yang harus dilarikan ke rumah sakit lantaran dikeroyok oleh sekolompok orang. Bahkan, Salim Kancil harus meregang nyawa lantaran aksi penganiayaan itu.
Aksi kekerasan yang diterima Salim Kancil dan Tosan ini terkait dengan penolakan mereka terhadap praktek penambangan pasir ilegal di Selok Awar Awar. Polda Jatim pun langsung melakukan upaya pengungkapan terhadap kasus ini.
Saat ini, Polda Jatim telah menahan 24 orang dan menetapkan Kepala Desa Selok Awar Awar, Haryono, sebagai tersangka. Selain itu, Propam Polda Jatim juga telah memeriksa tiga oknum polisi yang dianggap menerima gratifikasi terkait praktek penambangan pasir ilegal.