Rabu 07 Oct 2015 18:08 WIB

Komik Lokal Sulit Bersaing di Negeri Sendiri

Rep: c12/ Red: Friska Yolanda
Karakter The Grand Legend Ramayana di komik re:ON
Foto: ist
Karakter The Grand Legend Ramayana di komik re:ON

REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Komik yang menggambarkan cerita ke-Indonesiaan seolah tertelan zaman. Keberadaan komik-komik lokal dipandang sebelah mata oleh masyarakatnya sendiri, karena maraknya arus kebudayaan yang datang dari negara lain. Akibatnya, di pasar nasional pun, komik buatan dalam negeri sulit bersaing dengan komik buatan negara lain. 

CEO Sequen, sebuah perusahaan penerbit komik lokal di Bandung, Melvin Goenawan, menyayangkan kondisi komik lokal sekarang ini. Menurut dia, kalangan muda-mudi saat ini seakan kehilangan jati diri kenegaraannya. 

"Muda-mudi kita ini lagi diserang oleh arus kebudayaan negara lain," kata dia, saat menghadiri Baros International Animation Festival (BIAF) di Lapangan Simply Valore The Edge, Cimahi, Jawa Barat, Rabu (7/10).

Kata dia, benteng kebudayaan yang ada dalam diri pemuda sekarang ini memang sangat rendah. Pemuda sekarang lebih menyukai kebudayaan asing ketimbang negerinya sendiri. 

Namun, menurut dia, kondisi demikian patut diwajarkan. Sebab, selama ini tidak ada upaya menyaring kebudayaan negara lain yang dilakukan pemerintah. Akibatnya, masyarakat kehilangan jati diri kebudayaannya.

"Apalagi kebudayaan luar itu kan masuk lewat kuliner, musik, media, itu gampang masuknya. Makanya kita kan sekarang ada yang lebih ke korea-koreaan, kebarat-baratan, amerika-amerikaan, ya karena itu," ujar dia.

Selain itu, lanjut dia, lemahnya perkembangan dunia komik saat ini juga karena Indonesia belum memiliki tokoh atau karakter komik yang bisa dibanggakan. Memang, ada tokoh yang sangat dikenal, seperti Gatot Kaca. Tapi, itu dulu. Tokoh Gatot Kaca saat ini seolah ditelan zaman. Kalaupun ada peminat, itu sedikit. "Ya ini karena kita sangat mendewakan kebudayaan luar," kata dia.

Industri komiknya pun, karena tidak ada kehadiran pemerintah untuk menyokongnya, terpaksa harus mengikuti apa yang diinginkan pasar. Terlebih, sebagai pihak swasta, Melvin mengakui, corak-corak komik yang dihadirkan pun harus yang diminati pasar. 

Untuk menumbuhkan benteng pertahanan dari kebudayaan asing, dan agar komik lokal tidak tenggelam, pemerintah harus memperlihatkan kehadirannya. 

"Komik Indonesia harus didukung oleh pemerintah, karena di luar negeri pun seni itu didukung pemerintah karena menunjukan corak kebangsaan," tutur dia.

Menurut Melvin, perlu ada mediasi antara pemerintah, pelaku seni dan pengusahanya. Saat ini pun, penerbit yang didirikan Melvin itu masih meraba apa yang diinginkan pasar. 

Penerbitnya tidak mengubah konten yang dibuat oleh komikus, tapi hanya mengubah unsur-unsur yang tak layak seperti pornografi. Cara menerbitkannya pun, dilakukan dengan online, tapi yang dibeli bukan dalam bentuk soft copy, melainkan komik versi cetaknya.

"Misalnya mau beli satu, kita cetak satu. Dari situ kita lihat, kalau kelihatannya bagus, baru kita perbanyak. Sekarang masih meraba-raba," ujar dia.

Sudah ada delapan komik dari delapan komikus, yang diterbitkan oleh Sequen. Di antara komik yang sudah beredar, yakni komik berjudul Clony, Turn, Red Area, Lost Boy, Afterdark dan Madougar. "Yang paling laku itu Madougar," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement