REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pada awal 2015, dewan pengupahan Kota Tasikmalaya melakukan survei komponen hidup layak (KHL). Hasil survei tersebut menunjukan KHL terus meningkat.
Tapi saat ini, banyak perusahaan tengah dilanda krisis ekonomi. Sehingga keputusan menaikkan UMK menghadapi kendala.
Sekretaris umum Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) perwakilan Tasikmalaya Eros Rosid mengatakan, tahap akhir survei KHL akan selesai pada Oktober. Sebanyak 60 item kebutuhan dasar yang termasuk ke dalam KHL disurvei setiap tiga bulan sekali sejak awal 2015.
“Hasil survei menunjukan barang-barang yang masuk dalam KHL mengalami kenaikan harga,” kata Eros kepada Republika, Selasa (6/10).
Meskipun KHL terus meningkat, kondisi perekonomian yang masih lesu membuat pengusaha kesulitan memenuhi upah minimum kota (UMK) sesuai KHL. Kondisi ini pula yang menjadi alasan bagi pengusaha untuk tidak memenuhi kewajibannya dalam memberikan upah.
Menanggapai hal tersebut Ketua Apindo Kota Tasikmalaya Teguh Suryaman menjelaskan, berdasarkan hasil survei, harga KHL memang cukup tinggi tahun ini. Tapi kenaikan UMK tidak selalu harus disesuaikan dengan KHL. Selain itu menurutnya, di tahun ini dampak dari krisis ekonomi dirasakan sangat berat.
Teguh melanjutkan, banyak perusahan yang bergantung kepada mata uang dolar AS. Sehingga akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, perusahan juga banyak yang terkena imbasanya. Sebab, banyak perusahaan yang menggunakan bahan baku impor. Bahan baku impor tersebut harganya bergantung kepada mata uang dolar AS.
Teguh mengatakan, selalu ada kenaikan UMK di Kota Tasikmalaya. Tapi karena kondisi krisis ekonomi, UMK di tahun ini kemungkinan hanya naik tiga persen dari UMK sebelumnya yang senilai Rp 1.472.000. Ia berharap pekerja memahami kondisi perekonomian yang sedang tidak stabil.