REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan (Sumsel) Hadi Jatmiko meminta agar pemerintah mengawasi pergerakan oknum masyarakat yang dibayar untuk membakar hutan. Sebab dalam beberapa kasus, pembakaran dilakukan secara sengaja.
Parahnya, kata dia, ketika ada masyarakat mencoba memadamkan api, mereka malah dihadang di perjalanan oleh sejumlah orang berseragam polisi.
"Warga ingin memadamkan api karena khawatir kebakaran menerpa perkebunan karet mereka," kata Hari pada Kamis (1/10).
Kejadian berlangsung pekan lalu dan saat ini Walhi masih menyelidiki kasus tersebut. Akibatnya, perkebunan karet milik rakyat terbakar seluas 30 hektare dan mereka pun merugi.
Hadi mengungkapkan, lahan Sumsel seluas 8,7 juta ha dan 1,4 juta hektarenya merupakan lahan gambut. Dari 1,4 juta ha sebaran gambut, 300 ribu nya sudah dikuasai perkebunan perusahaan dan 818 ribu ha dikuasai HPH.
Titik api di lahan gambut, lanjut dia, menjadi penyebab munculnya asap tebal yang tersebar hingga ke Jambi dan Pekanbaru. Data Walhi Juga mencatat ada sebanyak 3.679 titik api di wilayah Sumsel pada 2015. Titik api tersebut berada di areal milik korporasi dengan rincian 830 titik di perkebunan dan 2.509 titik api di areal HTI. Pada 2014, jumlah hotspot sebanyak 3.747 titik dan di 2013 lebih kecil jumlahnya yakni 356 titik api.