Rabu 30 Sep 2015 20:40 WIB
Pembunuhan Salim Kancil

'Pembunuhan Salim Tinggalkan Traumatik Bagi Keluarga dan Warga Sekitar'

KTP milik Salim Kancil.
Foto: Republika/Andi Nurroni
KTP milik Salim Kancil.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat Psikologi dari Universitas Airlangga (Unair), Dr MG Bagus A. Putra menilai pembunuhan aktivis lingkungan di Lumajang, Salim Kancil kemungkinan karena adanya nilai orientasi materi.

"Dalam hal ini saya melihat dari sisi psikologi sosial bahwa faktor industrialisasi memicu adanya 'materi value oriented' (MVO) karena sebagian orang ketika berbicara materi, maka uang akan menjadi lebih penting dari pada nyawa," katanya di Surabaya, Jatim, Rabu (30/9).

Ia mengatakan, masalah ekonomi bisa terjadi perang bunuh membunuh karena adanya tiga hal dalam agresi, yaitu pelaku, korban, serta tindakan yang bermacam-macam.

"Dalam kasus pembunuhan Salim Kancil ini, aspek psikologi dan sosial sudah terpenuhi dalam tiga hal agresi, yaitu pelaku, korban, serta tindakan kekerasan yang mengakibatkan adanya korban yang meninggal," jelasnya.

Menurutnya, para pelaku pembunuhan Salim Kancil mempunyai kepentingan ekonomi hingga tega menghabisi nyawa seseorang yag dilatarbelakangi adanya faktor deindividuasi.

"Pelaku pembunuhan Salim Kancil kemungkinan karena terpengaruh adanya deindividuasi yaitu hilangnya konsep perilaku normal ketika individu tidak dapat diidentifikasi, seperti awalnya karakter sesorang pendiam, kemudian ia berada di suatu kelompok, maka ia bisa saja tega membunuh seseorang yang tidak bersalah," jelasnya lagi.

Kasus pembunuhan Salim Kancil, ia menambahkan sangat disayangkan karena sekelompok massa menghakimi Salim di dekat sekolah PAUD dan berada di lingkungan pemerintah desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.

"Hal ini patut disayangkan karena akan menjadi kejadian traumatik bagi anak-anak, khususnya mereka yang menyaksikan aksi kekerasan, maupun bagi warga sekitar serta bagi keluarga korban," ujarnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, solusi untuk menangani permasalahan tersebut harus ada ketegasan dari Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, maupun pemerintah desa agar tidak ada lagi nyawa yang menjadi bahan pertarungan konflik tambang pasir.

"Lembaga perwakilan rakyat juga harus bisa menanganinya secara baik, namun jika dilihat dari kasus ini sebenarnya konflik juga bisa dipetakan, itu berarti fungsi dari DPD maupun DPRD masih belum berjalan baik," katanya lagi.

Selain itu, lanjutnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) sosial juga harus diperhatikan, karena selama ini dunia usaha hanya memperhatikan Amdal lingkungan fisik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement