REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui adanya pertemuan antara Gubernur Sumatra Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho dengan petinggi partai Nasdem sehinga melakukan pengusutan terhadap materi pembicaraan tersebut.
"Memang ada (pertemuan), makanya kita akan telaah," kata Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja di gedung KPK Jakarta, Senin (28/9).
KPK sebelumnya memeriksa Sekretaris Partai Nasdem Patrice Rio Capella pada 23 September 2015 sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Patrice diperiksa untuk tersangka Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti.
"Kami akan telaah dulu. Kami belum dapat laporan dari penyidik, tunggu saja," tambah Pandu.
Menurut Pandu, pengusutan kasus tersebut termasuk melakukan klarifikasi terhadap bukti rekaman pembicaraan telepon yang berhasil disadap KPK.
"Pasti ada klarifikasi supaya kita tidak salah mengambil keputusan dan akan ada 'fairness', jadi semua akan diklarifikasi," ungkap Pandu.
Ditanya mengenai apakah KPK akan memanggil Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Pandu mengatakan pemanggilan itu merupakan kewenangan penyidik.
"Makanya terserah penyidik, yang jelas kita menghindari diskriminasi terhadap seseorang sehingga harus diklarifikasi semua," tegas Pandu.
Pada sidang 17 September 2015 terungkap pembicaraan antara Evy Susanti dan staf Gatot bernama Mustafa yang mengungkapkan bahwa Gatot ingin agar kasus dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial yang ditangani Kejati Sumut dilimpahkan ke Kejaksaan Agung pimpinan H.M Prasetyo yang merupakan kader partai Nasdem.
"Bapak mau jamin amankan supaya itu mau dibawa ke gedung bundar, jadi kalau itu udah menang gak akan ada masalah katanya di gedung bundarnya pak gitu," kata Evy dalam rekaman pembicaraan telepon yang disadap KPK tersebut.
KPK menetapkan Gatot Pujo Nugroho dan istrinya sebagai tersangka dengan sangkaan pasal 6 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.
Saat ini, KPK juga sedang melakukan penyelidikan terkait pengajuan hak interpelasi kepada Gatot. KPK sudah memeriksa puluhan anggota DPRD Sumatra Utara periode 2009-2014 dan 2014-2019.