Senin 28 Sep 2015 17:59 WIB
Pasal Kretek

PKS: Pasal Kretek Bisa Digagalkan di Baleg

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bilal Ramadhan
Tifatul Sembiring
Foto: Agung Supriyanto/Republika
Tifatul Sembiring

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengaku sejak awal menolak keberadaan pasal kretek masuk dalam draf Rancangan Undang-Undang Kebudayaan. Anggota Badan Legislasi (Baleg) fraksi PKS, Tifatul Sembiring menegaskan, perjalanan draf RUU Kebudayaan masih panjang, masih terbuka peluang untuk menghapus pasal itu dari draf RUU Kebudayaan.

“Masih sangat mungkin diubah, harmonisasi masih di Baleg, masih panjang pembahasan RUU itu,” kata Tifatul di kompleks parlemen Senayan, Senin (28/9).

Tifatul menolak PKS dianggap setuju adanya pasal kretek dalam draf RUU tersebut. Sebab, sebelumnya, pimpinan Baleg mengklaim, 10 fraksi sudah menyetujui rancangan UU Kebudayaan itu dalam harmonisasi di Baleg.

Sejak awal, kata Tifatul, PKS memandang kalaupun dimasukkan dalam draf RUU, pasal kretek seharusnya masuk di RUU Pertembakauan, bukan di RUU Kebudayaan. Kretek merupakan bagian dari tembakau, lebih tepat masuk di RUU Pertembakauan. Masuknya pasal kretek dalam RUU Kebudayaan ini dinilai sebagai sebuah pemaksaan soal kretek.

PKS akan menolak keberadaan pasal soal kretek itu, terlebih ada di draf RUU Pertembakauan. Draf RUU ini belum akan diajukan dalam rapat paripurna, sebab, memang masih ada perbedaan pandangan di internal Baleg sendiri.

“Bahkan impinan Baleg saling bertanya siapa yang memasukkan, kata Firman (Subagyo) bukan dia tapi Misbakhun, kata Misbakhun bukan dia. Menurut saya hapus saja pasal itu, pengusulnya lihat saja nanti siapa,” tegas mantan Menteri Komunikasi dan Informatika ini.

Menurut Tifatul, kemungkinan pasal ini akan dihapus sangat besar. Sebab, saat ini sudah ada banyak penolakan terhadap keberadaan pasal ini dari masyarakat. Banyak yang melihat tidak ada hubungannya antara kretek dengan budaya bangsa Indonesia.

Ia mencurigai pasal kretek ini dimasukkan untuk mengakomodir industri rokok kretek yang saat ini didominasi asing. Bisnis di bidang rokok menurut Tifatul menjadi bisnis yang bernilai triliunan rupiah, jadi sangat memungkinkan ada peran industri dalam munculnya pasal kretek ini.

Namun, Tifatul mengaku belum memperoleh data soal adanya indikasi ini. “Saya indikasinya belum melihat arah situ, belum ada fakta dan data, kalau memang ada yang punya sampaikan saja,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement