Sabtu 26 Sep 2015 14:23 WIB

Karyawan di Solo Dihantui Kabar PHK Massal

Rep: Edy Setiyoko/ Red: Bayu Hermawan
 Buruh berunjuk rasa menolak PHK
Foto: Republika/Edi Yusuf
Buruh berunjuk rasa menolak PHK

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Ancaman PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) mulai menghantui karyawan yang bekerja di perusahaan-perusahaan di Solo, Jateng. Perusahaan mulai ancang-ancang merumahkan karyawan, menyusul memburuknya situasi perekonomian nasional.

''Banyak perusahaan bakal mem-PHK karyawan dalam kondisi ekonomi yang terpuruk, seseperti saat ini,'' kata Ketua Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Solo, Baniningsih Tedjokartono.

Baningsih menegaskan ancaman PHK merupakan momok bagi karyawan. Mereka bakal kehilangan mata perncaharian. Langkah PHK salah satu uaya meringankan beban perusahaan dalam situasi ekonomi sulit. Dan, Apindo tidak bisa berbuat apa-apa dalam menghadapi situasi seperti ini. Apindo hanya meminta kepada pemerintah untuk bisa segera ambil bagian meringankan beban pengusaha.

''Kalau tidak segera mengambil bagian dalam kondisi ekonomi yang terus memburuk seperti sekarang,ancaman PHK bakal marak dilakukan perusahaan,'' ujarnya.

Baniningsih tak menyebut detail jumlah perusahaan yang ancang-ancang melakukan PHK. Menurutnya, informasi yang diterima Apindo ada beberapa perusahaan yang berencana melakukan PHK. Ada perusahaan yang akan merupamkan 1.000-1.500 orang.

Masih menurut Baningsih, PHK teradap karyawan merupakan kondisi yang wajar dilakukan perusahaan. Ini mengingat, perkembangan ekonomi yang tak kunjung membaik hingga sekarang. Karena dampak dari melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US dolar,  menyebabkan harga bahan baku naik dan permintaan pasar turun.

Mestinya, lanjut dia, pemerintah bisa segera ambil tindakan melihat ekonomi sekarang ini. Terlebih, memberikan keringanan pembiayaan kepada pengusaha. Entah itu keringanan bunga kredit, ataupun cicilan ke perbankan. Yang jelas, pengusaha butuh langkah riil pemerintah untuk menghindari kebangkrutan.

Saat disinggung terkait UMK 2016, Apindo menyampaikan jika pengusaha mestinya jangan terlalu banyak dituntut. Karena, selama ini perusahaan sudah banyak mengeluarkan anggaran. Mulai dari BPJS, bahan baku dan angsuran hutang kepada perbankan. ''Kita berharap ekonomi bisa segera pulih. Dan, terkait UMK idealnya memang naik 10 persen,'' pintanya.

Kendati terjadi situasi pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS), hingga kini belum berdampak pada kebangkrutan perusahaan didaerah. Setidaknya, juga belum ada aroma rencana PHK.

''Kami belum mencium imbas melemahnya tukar rupiah terhadap dolar AS terhadap lapangan kerja,'' kata Rusdijono Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukoharjo.

''Hingga kini, kami belum menemukan ada indikasi PHK massal. Situasi perusahaan di sini terpantau sangat kondusif. Ancaman PHK massal akibat rupiah melemah, juga belum berdampak. Yang jelas,  masih adem-ayem,'' kata Rusdiyono.

Rusdiyono mengakui, kenaikkan nilai tukar dollar AS memicu kenaikkan harga kebutuhan. Khususnya terhadap barang hasil impor.

Namun, sejauh ini Disnakertrans belum menerima keluhan mengenai beban biaya atas buruh yang dipekerjakan. Pihaknya aktif melakukan monitoring rutin ke perusahaan. Terutama di perusahaan dengan jumlah buruh relatif besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement