Kamis 24 Sep 2015 16:07 WIB

Ini Tanggapan Ibas terhadap Putusan MK

Rep: c14/ Red: Bilal Ramadhan
  Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Edhie Baskoro Yudhoyono memberikan keterangan kepada media saat konferensi pers Partai Demokrat yang diadakan di Jakarta, Ahad (6/9). (Republika/Raisan Al Farisi)
Ketua Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Edhie Baskoro Yudhoyono memberikan keterangan kepada media saat konferensi pers Partai Demokrat yang diadakan di Jakarta, Ahad (6/9). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, CIKEAS -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 245 ayat (1) UU MD3. Sehingga, Majelis Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI tidak lagi dimintai persetujuan tertulis bilamana ada pemanggilan oleh penyidik terhadap anggota dewan terduga pelaku pidana.

Mulai kini, kewenangan perizinan tersebut ada di tangan Presiden. Namun, menurut Partai Demokrat, dampak dari putusan MK tersebut patut dikritisi.

Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro (Ibas), putusan MK memang bersifat mengikat dan final. Namun, lanjut putra mantan presiden SBY ini, fakta yang terjadi, bisa saja ada kecenderungan politis dari Presiden Jokowi dan penggantinya terhadap anggota dewan dari partai politik pendukung pemerintah.

"Kita harus bisa mengkritisi juga. Misalkan ada kecenderungan kelompok tertentu diamankan atau sebaliknya. Itu tidak boleh terjadi," ucap Ibas di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Kamis (24/9).

Dia melanjutkan, fungsi kritik yang paling efektif justru datang dari pers, bukan sesama anggota dewan. Ibas lantas meminta media massa dan juga publik untuk ikut mengantisipasi efek politis putusan MK.

Namun, dia meyakini, proses penegakan hukum tidak akan memandang status politik. Presiden pun diyakini berprinsip sama, yakni siapapun yang bertindak pidana, harus diproses secara semestinya.

Kendati demikian, Ibas lantas menghubung-hubungkan hal itu dengan era SBY. Yakni, ketika aparat penegak hukum relatif bebas memanggil politikus maupun elite yang diduga terkait tindak pidana.

"Selama 10 tahun yang lalu, tidak seperti itu kan. Pak SBY tak pernah ada istilah menahan atau menolak kadernya atau kader yang lain atau kepala daerah (diperiksa). Kalau misalnya ada perlindungan-perlindungan khusus, ya dikritisi saja nanti. Penegakan hukum juga enggak berani main-main," papar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement