REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan teroris dan pemimpin Jamaah Islamiyah (JI) Australia Abdul Rahman Ayyub menyatakan, butuh strategi jitu untuk memutus mata rantai jaringan terorisme.
"Jangan meremehkan masalah strategi, karena pelaku terorisme selalu berbekal strategi, taktik, dan berbagai cara licik untuk propaganda maupun aksinya," kata Abdul Rahman di Jakarta, Selasa (22/9).
Menurut dia, ada beberapa strategi yang harus dikedepankan dalam mencegah aksi terorisme di Indonesia. Misalnya, kerja sama dengan negara-negara yang berbatasan dengan negara konflik.
"Untuk mencegah masuknya orang-orang kita ke Irak dan Suriah guna bergabung dengan ISIS, harus ada kerja sama pengawasan perbatasan dengan Turki dan Yordania," kata mantan anggota NII Aceh itu.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah Indonesia harus memperkuat penjagaan perbatasan. Karena penyebaran jaringan terorisme akan lebih mudah dan subur bila wilayah perbatasan NKRI dengan negara tetangga sangat longgar.
Pemerintah juga disebutnya bisa memanfaatkan para mantan teroris yang sudah kooperatif hasil program deradikalisasi atau penyadaran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melakukan pemetaan. "Tidak sedikit orang seperti saya yang sudah sadar dan punya pengalaman dalam hal ini," kata Abdul Rahman.
"Ada baiknya mereka dimanfaatkan untuk kunjungan ke tempat-tempat dia pernah 'bertugas'. Kalau bisa bertemu dan mendata beberapa yang masih aktif dan yang sudah kooperatif, serta bagaimana kondisi generasi yang ada di sana," tambah dia.
Ia juga meminta seluruh lembaga pemerintah yang terkait agar memiliki kepedulian terhadap mantan teroris yang sudah sadar. Karena mereka memiliki solidaritas dan ikatan emosional tinggi serta kenangan saat masih mengikuti pelatihan militer maupun di medan perang.
"Mereka perlu dirangkul dan diberikan penyadaran untuk kembali setia dan mengabdi kepada NKRI," kata dia.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya memantau media massa dan media sosial. Faktanya, kata dia, saat ini media massa dan media sosial menjadi wahana penyebaran utama ideologi kelompok kekerasan dan terorisme.
Tak hanya itu, harus juga ada upaya pencegahan paham terorisme sejak dini. Caranya dengan menerbitkan buku pembanding di sekolah, mulai SD hingga SMA, bahkan perguruan tinggi, juga di tengah masyarakat.
"Intinya kita tidak boleh lengah sedikit pun dalam mengantisipasi gerakan terorisme. Semua harus dilakukan secara massif dan terus menerus. Sejauh ini saya melihat apa yang dilakukan BNPT sangat efektif dalam menanggulangai bahaya terorisme," katanya.
Sebelumnya, dalam sambutan pembukaan Dialog Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS di Kalangan Perguruan Tinggi di Universitas Mulawarman, Samarinda, Selasa, Ketua Komisi III DPR Azis Syamsuddin menyatakan bahwa rantai terorisme mesti segera diputus.
"Agar tidak menjadi momok bagi kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Azis dalam kegiatan yang digelar BNPT bekerja sama dengan Dirjen Dikti Kemenristek-Dikti itu. Hadir dalam acara itu Kepala BNPT Komjen (Pol) Saud Usman Nasution.