REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi D DPRD DKI Jakarta mempertanyakan sikap Gubernur Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang tidak menjawab pandangan umum Fraksi PKS DPRD DKI. Hal ini terkait pembangunan delapan blok rusunawa di wilayah Daan Mogot dan Muara Baru oleh pihak swasta sebagai kompensasi atau konversi atas kegiatan reklamasi di pantai utara Jakarta.
Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Rois Hadayana Syaugie mengatakan saat rusunawa tersebut dibangun, belum ada surat penetapan lokasi oleh Gubernur. Kepala Dinas Perumahan Ika Lestari Aji membenarkan bahwa pembangunan rusunawa di wilayah Daan Mogot dan Muara Baru merupakan kompensasi proyek reklamasi di pantai utara Jakarta.
Namun Ika mengaku dirinya tidak mengetahui dengan jelas karena pada saat terjadi, dirinya belum menjabat sebagai Kepala Dinas Perumahan. Pihaknya akan mendalami terlebih dahulu, melakukan konsolidasi, membuka lagi data-datanya dan mencoba menjawab manakala pihaknya sudah siap dengan data-datanya. Izin proyek reklamasi yang dimaksud diberikan kepada PT Kapuk Naga Indah, PT Muara Wisesa Samudera dan PT Jaladri Kartika Pakci.
Rois menyebut konversi yang diberikan kepada PT Kapuk Naga Indah dalam membangun rumah susun (rusun) harus dengan persetujuan DPRD. Pasalnya dalam perjanjian kerjasama Pemprov DKI dengan PT Kapuk Naga Indah, Pemprov akan mendapat bagian berupa tanah matang seluas lima persen dari luas kotor yang berhasil direklamasi.
“Ini artinya Pemprov DKI akan memperoleh tanah matangnya 66,55 hektar sebagai aset,” ujar Rois dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (19/9).
Rois menjelaskan, sesuai perjanjian kerjasama Pemprov DKI dengan PT Kapuk Naga Indah, jika terjadi konversi, maka terlebih dahulu ditetapkan lokasinya oleh Gubernur dengan ketentuan nilainya, minimal sama dengan kontribusi yang harus diserahkan.
“Inilah yang dilanggar Gubernur, tidak ada persetujuan DPRD dan tidak ada penetapan lokasi yang ditetapkan Gubernur,” kata Rois.