Selasa 15 Sep 2015 21:26 WIB

IPW Desak Pemerintah Bebaskan WNI yang Diduga Disandera OPM

Rep: C07/ Red: Didi Purwadi
Ketua Prisidium Indonesian Police Watch, Neta S Pane (kiri)
Foto: Republika/Tahta Adilla
Ketua Prisidium Indonesian Police Watch, Neta S Pane (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane mengatakan, pemerintah Indonesia dinilai terlalu lamban dalam menangani kasus penculikan dan penyanderaan terhadap dua WNI yang diduga dilakukan OPM (Organisasi Papua Merdeka). Sikap lamban pemerintah ini bisa berisiko tinggi terhadap nasib korban penculikan tersebut.

"IPW mendesak pemerintah bertindak cepat, sehingga pemerintahan Presiden Jokowi tidak dinilai melakukan kelalaian terhadap perlindungan warga negara," kata Neta dalam siaran persnya, Jakarta, Selasa (15/9).

Langkah cepat pemerintah ini bisa dilakukan dengan cara memanggil Kapolri dan Kapolda Papua untuk mengetahui secara persis dimana dan bagaimana keberadaan kedua korban, apakah benar berada di wilayah Papua New Guinie atau tidak.

Kepastian posisi korban menjadi sangat penting dan Intelkam Polri harus benar-benar bisa memastikan keberadaannya agar operasi pembebasan bisa segera dilakukan.  

Dua WNI diculik di Kampung Skofro, Keerom, Papua, pada 9 September 2015. Informasi yang simpang siur, menyebutkan keduanya dibawa OPM ke Skouwtiau, Papua New Guinie.

Penculikan terjadi usai aksi penembakan terhadap pekerja kayu di perbatasan RI-Papua New Guinie itu. Dalam aksi penembakan itu satu tewas, dua melarikan diri, dan dua disandera. Keduanya bernama Sudirman dan Badar. Diduga keduanya diculik OPM kelompok Jefrison Pagawak alias Jeffry.

Penculik meminta agar keduanya dibarter dengan dua teman mereka yang ditahan Polsek Keerom karena kasus narkoba.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement