Selasa 15 Sep 2015 17:07 WIB

Kesan Mendalam Emil Salim Terhadap Ali Wardhana

Rep: C03/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden ketiga RI BJ Habibie (tengah) saat melayat almarhum Menteri Keuangan tahun 1968-1983 Ali Wardhana di rumah duka, Jakarta, Senin (14/9). (Antara/Akbar Nugroho Gumay)
Presiden ketiga RI BJ Habibie (tengah) saat melayat almarhum Menteri Keuangan tahun 1968-1983 Ali Wardhana di rumah duka, Jakarta, Senin (14/9). (Antara/Akbar Nugroho Gumay)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ucapan bela sungkawa atas meninggalnya mantan Mentri Keuangan Ali Wardhana terus berdatangan. Pria kelahiran Solo 6 Mei 1928 itu menghembuskan nafas terakhirnya pada Senin (14/9) sore, atau tepat pukul 15:30 WIB. "Saya turut berduka cita atas kepergian beliau, dia kawan saya sejak masa kuliah," tutur pengamat ekonomi Emil Salim usai bertakziyah di kediaman almarhum di Jalan Patra Kuningan, Jakarta Selatan.

Jenazah rencananya akan dikebumikan Selasa (15/9) pagi di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Bagi Emil, sosok Ali Wardhana tak sekedar sebagai birokrat ulung. Lebih dari itu, kepiawaiannya dalam memimpin semasa menjabat sebagai Mentri Keuangan membuat Emil menaruh hormat setinggi-tingginya.

"Kalau ada yang menguasai, menundukan inflasi tahun 65 sampai 67 maka beliau otaknya. Dari inflasi 30 persen jadi 10 persen. Dari keadaan ekonomi yang kacau dia orang yang paling berjasa, tokoh dalam moneter, kita bisa belajar banyak dari beliau," kata Emil memuji sepak terjang Ali Wardhana semasa pemerintahan era Presiden Soeharto.

Memang tiga bulan kebelakang, Ali Wardhana kerap mengeluh sakit pada paru-parunya. Pada pertengahan Agustus, Ali Wardhana pun harus menjalani perawatan medis selama tiga pekan.

Namun, saat dirinya terbaring tak berdaya. Emil mengaku sahabatnya itu sempat memberi pesan penting padanya. Ali berharap agar perekonomian Indonesia semakin baik.

"Dia bicara pada saya lewat isyarat, bereskan ekonomi, ekonominya supaya diatut. Saya tak bisa berkata apa-apa lagi, susah untuk membayangkannya, kehilangan segalanya, puluhan tahun kami bersama. Dia punya kapasitas, tapi saat diminta menjabat menteri sebetulnya dia menolak, tapi Soeharto meyakinkan, dia bilang saya pun jadi Presiden tak ada pengalaman," kenang Emil Salim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement