REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI Dimyati Natakusumah mengungkapkan, Badan Intelejen Negara (BIN) masih kekurangan anggaran, dan berdampak pada terbatasnya jumlah personel. Akibatnya, peran BIN dalam mencegah gerakan-gerakan radikal maupun teroris dianggap belum maksimal.
"Sutiyoso (kepala BIN) mengatakan masih kurang anggarannya. Kita mengapresiasi hal itu, karena memang situasi dan kondisi di Indonesia ini sangat besar (wilayahnya)," kata Dimyati kepada wartawan, di Hotel Mega Anggrek, Jakarta, Selasa (15/9).
Dimyati menilai, Indonesia perlu intelijen baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Namun, anggaran yang didapatkan BIN memanglah belum maksimal. Hal itu akibat pemerintah harus menyesuaikan plafon anggaran dengan lembaga intelejen lain seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPT, intelejen di Mabes Polri, TNI, Kementrian Pertahanan, serta Badan Cyber.
"Nah ini bagaimana agar anggaran bisa diproporsionalkan," ujarnya.
Menurut Dimyati, anggaran BIN saat ini hanya Rp 1 triliun lebih. Sementara yang diajukan oleh Sutiyoso sekitar Rp 3 triliun lebih. Untuk DPR sendiri diakuinya Komisi I sudah setuju terhadap pengajuan Sutiyoso.
"Kalau presiden oke ya jalan. Sehingga BIN ini bisa berfungsi sesuai dengan tugasnya," jelasnya.