Selasa 15 Sep 2015 15:07 WIB

Ribuan Guru Honorer Kepung DPR

Rep: C14/ Red: Ilham
Ribuan guru honorer yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menggelar aksi mogok dan unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (15/9).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Ribuan guru honorer yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menggelar aksi mogok dan unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan guru honor perwakilan dari Jawa dan Bali melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (15/9). Massa yang dikoordininir PGRI dan KSPI ini mulai memenuhi jalan Gatot Subroto depan pagar DPR RI sejak pukul 09.30 WIB.

Muhammad Rahendra (45 tahun), guru honor dari Pasar Kamis, Kabupaten Tangerang, menegaskan, pihaknya hanya ingin diangkat menjadi PNS. Rahendra sendiri mengaku, sudah mengabdi jadi guru honor lebih dari 14 tahun dengan gaji per bulan hanya Rp 300 ribu.

"Kita jangan dijanjikan terus. Pengen kepastian, kapan itu diangkat (menjadi) pegawai negerinya," ucap Rahendra di depan Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (15/9).

Selanjutnya, guru honor dari SDN Cilengkrang, Bandung, Lilis Romdon menyampaikan, pemerintah sangat abai terhadap nasib ratusan ribu guru honor. Dia mengaku sudah lebih dari 11 tahun mengajar.

"Gajinya Rp 300 ribu per bulan. Dan tak ada uang apa-apa lagi selain itu," ujar Lilis, Selasa (15/9). "Keinginan saya cuma satu, untuk diangkat jadi PNS. Tolong kepada Menpan (Yuddy Chrisnandi) agar memerhatikan kami."

Dalam aksinya, orator menuntut realisasi janji-janji pemerintah dalam memperbaiki nasib ratusan ribu guru honor se-Indonesia. Mewakili aksi massa, Ketua Umum Forum Honorer Kategori 2 Indonesia (FHK2I), Titi Purwaningsih menyerukan 10 tuntutan.

Pertama, moratorium Aparat Sipil Negara (ASN) Reguler untuk menuntaskan seluruh tenaga honor. Sehingga, penundaan penerimaan CPNS baru, seperti yang tertuang dalam Surat Menteri PAN-RB B/2163/M.PAN/06/2015, dapat mengangkat seluruh guru honor menjadi PNS.

Kedua, negara wajib memberikan upah yang layak, setara UMP, untuk guru honor. "Guru juga manusia!" seru Titi menyemangati massa.

Ketiga, mendesak pemerintah agar menerbitkan regulasi terkait penuntasan honorer kategori II menjadi aparatur sipil negara (ASN). Ini untuk mendukung tuntutan butir pertama.

Keempat, pemerintah agar memasukkan guru honor menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Kemudian, program Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) dalam RAPBD di tiap provinsi serta kabupaten/kota. Kelima, pemerintah didesak agar segera menetapkan analisis jabatan

 dan Analisis Beban Kerja (ABK) untuk guru honor dalam sistem e-formasi.

Keenam, yang merupakan tuntutan inti aksi massa hari ini, pemerintah didesak agar segera mengangkat seluruh guru dan tenaga kependidikan honor menjadi PNS. Sebab, sudah puluhan tahun mereka mengabdi di seluruh pelosok negeri tanpa kejelasan status serta nasib yang timpang dengan guru PNS, meskipun dikenai beban kerja yang sama.

Ketujuh, perlonggar sertifikasi. Menurutnya, sistem yang berlangsung hingga kini menghambat para guru honor. Setiap tahun, hanya ada sekitar 50 ribu dari 1,4 juta yang lolos sertifikasi.

Tuntutan kedelapan, aksi massa menolak ujian kompetensi guru (UKG) diberlakukan. Kesembilan, Kepmen Juknis tunjangan profesi guru (TPG) agar dihapus lantaran dinilai tak adil bagi guru swasta dan guru non-PNS di sekolah-sekolah negeri.

Tuntutan terakhir, Menteri PAN-RB didesak cabut Permen PAN-RB Nomor 16 Tahun 2009. Regulasi itu mewajibkan guru melakukan penelitian dan menulis karya ilmiah sebagai prasyarat kenaikan pangkat. "Ini tidak manusiawi. Apalagi bagi guru, sudah punya tugas luar biasa, masih ditambah lagi dengan tugas-tugas yang di luar kemampuan," seru Tuti.

Pihaknya mengancam, bila hari ini (15/9) segenap tuntutan itu tak dijawab dengan keputusan yang bersifat hitam di atas putih (legal) oleh Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi, maka massa tak akan meninggalkan Gedung Kementerian PAN-RB sampai besok. Massa juga menuntut DPR peduli pada tuntutan-tuntutan mereka.

"Kalau hari ini tidak diberikan regulasi yang konkret, sampai besok (massa) satu hari penuh tak akan ada yang pulang!" teriak Titi, yang segera disambut sorakan ribuan massa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement