REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pakar Hukum Lingkungan Laode Muhammad Syarif meminta pemerintah Indonesia untuk menegakkan hukum di bidang lingkungan khususnya pembakaran hutan dan lahan secara tegas.
"Penegakan hukum harus tegas," kata Laode dalam diskusi bertema "Penegakan Hukum Lingkungan: Memutus Siklus Kebakaran Hutan dan Lahan" di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (10/9).
Laode menilai karhutla bukanlah hal baru. Pakar hukum lingkungan dari Universitas Hasanudin Makasar ini mengatakan sejak 1980-an, rata-rata lahan yang terbakar dua hingga tiga juta hektare.
"Kasus ini hampir selalu terjadi setiap tahun, sampai puncaknya saya ingat tahun 1997-1998. Data menunjukan sekitar 11 juta hektar lahan terbakar," ujar calon pimpinan Komisi Pemberantasam Korupsi tersebut.
Menurut Laode, karhutla pada 1997-1998 masuk dalam kategori kerusakan lingkungan terbesar di dunia. Beberapa presiden Indonesia pada masanya pernah meminta maaf karena kebakaran hutan dan lahan tersebut.
"Yang terjadi waktu itu presiden Soeharto minta maaf kepada negara tetangga, hampir semua negara Asean. Megawati (Soekarnoputri) dan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) juga pernah minta maaf," katanya.
Laode berharap pemerintah dapat mengambil tindakan tegas dengan melakukan penegakan hukum secara pidana dan perdata.