REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai iuran tiga persen BPJS Ketenagakerjaan belum mempunyai manfaat apapun. Sekretaris KSPSI Muhammad Rusdi mengatakan, iuran tiga persen belum mencukupi kehidupan para pekerja ke depannya.
Dengan iuran sebesar itu, peserta BPJS Ketenagakerjaan hanya mendapat manfaat sebanyak 15 persen sampai 40 persen. Penghasilan rata-rata penghasilan pekerja adalah Rp 2 juta rupiah. Jika dikalkulasikan maka manfaat yang didapatkan buruh dari BPJS Ketenagakerjaan hanya Rp 300 ribu.
"Mungkin tidak mereka bisa hidup dengan Rp 300 itu," kata Rusdi dalam paparannya saat Seminar Revolusi Mental di Jakarta, Selasa (8/9).
Iuran tiga persen itu, menurut dia, juga sangat tidak masuk akal untuk meningkatkan kesehteraan masyarakat. Ia membandingkan dibeberapa negara yang berhasil menjalankan jaminan sosial. Seperti di Cina, iuran jaminan sosialnya dimulai dari 28 persen, di Malaysia 23 persen.
Dengan besaran iuran itu, masyarakat di negara tersebut cepat sejahtera dan Indonesia akan tetap tertinggal dengan iuran 3 persennnya.
"Pemerintah bilang iuran 3 persen itu layak. Logikanya di mana, ini iuran yang rendah dan logikanya nggak nyambung," tegas Rusdi.
Apalagi kata dia, dalam iuran 3 persen tersebut pemerintah belum ikut serta. Selama ini iuran tiga persen itu dibagi menjadi dua dengan rincian 2 persen dari perusahaan dan 1 persen dari pekerja.
Ia pun mempertanyakan tugas pemerintah selama ini yang hanya menggeber BPJS Ketenagakerjaan dari aspek kepesertaan. Tapi kepesertaan itu belum membuat masyarakat sejahtera. Karena negara juga tidak membayar iuran.
"Seharusnya pemerintah juga iuran dong," kata Rusdi.
Rusdi menyarankan paling tidak untuk Indonesia besaran iuran sebaiknya berada di angka 10 sampai 12 persen. Sehingga manfaatnya masih terasa oleh masyarakat yang menjadi peaerta BPJS Ketenagakerjaan.