REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Syarif menyebut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak mengerti sejarah Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Karenanya asal bicara ingin membubarkan kampus yang melahirkan bibit pegawai pemerintahan.
"Kayaknya Pak Ahok tidak mengerti sejarah IPDN, belajar lagilah UU dan sejarah," kata Syarif di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (8/9).
Menurutnya komentarnya seperti mengubur sejarah pegawai pemerintah yang banyak dihasilkan dari IPDN. Sama halnya seorang direktorat pajak mengomentari Sekolah Tinggi Akutansi Negara (STAN).
Ia menyebut lulusan IPDN banyak yang berkualitas. Mungkin gubernur melihat segi responsif yang kurang dari lulusan IPDN. Namun menurut dia lulusan IPDN itu memiliki jenjang karir.
Syarif melanjutkan IPDN itu sudah punya sistem, regulasi, dosen yang bagus. Ini sudah terlaksana sejak puluhan tahun dan tidak bisa dihapuskan begitu saja. Di Pemprov DKI saja, sebutnya, 90 persen pegawainya merupakan lulusan IPDN.
Ia menambahkan, Ahok punya maksud tersendiri menginginkan pembubaran IPDN dengan alasan UU ASN. Maksudnya supaya membuat legitimasi bahwa proses perombakan ini lebih bagus ketimbang IPDN.
Namun menurutnya setiap pegawai pemerintah setingkat pamong memang harus memperoleh pendidikan lewat sekolah khusus seperti IPDN.
"Bener, kalau ikutin pikiran paradigmanya Pak Gubernur. Tapi di sisi lain soal pamong itu nggak, ada sekolahnya. Seperti seorang auditor harus belajar di STAN. Ada tempatnya sendiri," ucapnya.