REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino diketahui menghubungi Menteri Bappenas Sofyan Djalil usai penggeledahan Bareskrim Polri di kantornya beberapa pekan lalu. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarta Danusubroto pun menyayangkan sikap RJ Lino tersebut.
"Saya sayangkan tidak boleh itu ya. Saya tidak usah bicara soal itu. Tapi seorang dirut sampai main telepon-telepon itu saya sayangkan," kata Sidarta usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kantor Wapres, Jakarta, Senin (7/9).
Menurut Sidarta, sikap RJ Lino tersebut justru menurunkan kewibawaan pemerintah. Ia mengatakan, seharusnya seorang dirut tidak boleh bersikap seperti itu, yakni menghubungi menteri usai penggeledahan dilakukan.
"Ya mungkn dia (Bareskrim Polri) punya bukti awal yang cukup. Tapi bahwa seorang itu reaksinya langsung telepon kanan kiri itu, seperti negara ini punya siapa ya," kata Sidarta.
Ia menilai, mutasi Kabareskrim Budi Waseso tak akan menghentikan penyidikan yang tengah berlangsung saat ini. Jika memang terindikasi oleh kepolisian terdapat kasus korupsi, maka penyelidikan memang harus berjalan.
"Teorinya, kalau sudah ditingkat penyidikan, teorinya harus diteruskan. Dari lidik ke sidik, itu memang melalui SPDP, itu harus going on," tambahnya.
Sidarta yang juga mantan Kapolda Jawa Barat, mengatakan berbagai bentuk intervensi pun tidak bisa dilakukan terhadap para penyidik. Bahkan, ia menyebut sanksi pencopotan akan dilakukan terhadap anak buahnya jika melanggar aturan.
Dalam pertemuan Ketua Wantimpres Sri Adiningsih dan anggota Wantimpres Sidarta Danusubroto dengan JK siang ini, keduanya membahas terkait koordinasi antara Presiden dengan lembaga di bawahnya.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Bareskrim Polri menggeledah kantor Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino. Penggeledahan tersebut terkait pengadaan mobil crane pada 2013 yang hingga kini masih mangkrak di Pelabuhan Tanjung Priok.