REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah saat ini sedang menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang tindak pidana terorisme dan kelompok radikal. Sebab, UU soal ini belum terakomodir dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diajukan pemerintah.
Menurut Jaksa Agung, HM Prasetya, pemerintah ingin memasukkan pasal soal tindak pidana perekrutan teroris dan kelompok radikal di dalam RUU KUHP. Kejaksaan juga mendukung upaya pemerintah untuk memasukkan pasal itu di RUU KUHP.
"RUU KUHP belum akomodir tindakan perekrutan kelompok teroris dan pengikut paham radikal," kata Prasetya saat rapat kerja dengan komisi III DPR RI, Senin (7/9).
Prasetya menambahkan, pasal itu penting diberlakukan di Indonesia. Dalam paparannya, Prasetya mengatakan mantan politikus partai Nasdem ini juga mengatakan bahwa Kejaksaan mendorong pembahasan RUU KUHP lebih difokuskan untuk mengakomodir pengakuan terhadap hak-hak korban.
Selain ingin memasukkan pasal tentang tindakan terorisme dan kelompok radikal, RUU KUHP juga memuat jenis pidana baru, yaitu pidana pengawasan dan pidana kerja sosial. Kejaksaan berharap, secapatnya aturan pelaksana dapat dibuat setelah RUU KUHP disahkan.
"Kejaksaan berharap dalam waktu paling lama 3 tahun sejak UU ini berlaku, sudah terdapat peraturan pelaksanaan pidana tersebut," tegas Prasetyo.