REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Bali mengimbau seluruh lembaga penyiaran untuk tetap independen dalam pemberitaan seputar pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Komisioner Bidang Kelembagaan KPID Bali, I Nengah Muliarta mengatakan lembaga penyiaran harus mampu menunjukkan keberpihakannya pada kepentingan rakyat, bukan pada salah satu pasangan calon.
"Lembaga penyiaran adalah pengontrol proses politik, bukan pemain politik dengan memanipulasi informasi," kata Muliarta kepada Republika, Ahad (6/9).
Lembaga penyiaran adalah penyebar informasi, bukan provokator. Menurut Muliarta, lembaga penyiaran memiliki tiga fungsi utama selama pelaksanaan pilkada dienam kabupaten kota di Pulau Dewata 9 Desember nanti.
Pertama, sebagai mitra utama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam penyebarluasan informasi pilkada kepada masyarakat. Kedua, sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat guna mendorong peningkatan kualitas demokrasi. Ketiga, sebagai kontrol politik yang menjadi mitra Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam pengawasan pilkada.
Masyarakat sangat berharap lembaga penyiaran di Bali bisa melakukan perannya secara maksimal dalam mengawal proses demokrasi. Dalam penyiaran pilkada serentak, lembaga penyiaran harus memerhatikan pedoman siaran pemilihan umum dan pilkada yang tertuang dalam Standar Program Siaran (SPS) pasal 71.
Dalam pasal tersebut disebutkan lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu yang cukup bagi peliputan pemilihan umum. Lembaga penyiaran juga wajib bersikap adil dan proporsional terhadap para peserta pemilihan umum. Berikutnya lembaga penyiaran dilarang memihak salah satu peserta.
Pengemasan program siaran wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan serta peraturan dan kebijakan teknis tentang pemilihan umum yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang. Pogram siaran iklan kampanye harus tunduk pada peraturan perundang-undangan serta peraturan dan kebijakan teknis tentang pemilihan umum yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.