REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Bali mengimbau lembaga penyiaran untuk memerhatikan batasan iklan kampanye dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) 9 Desember 2015.
Komisioner Bidang Kelembagaan KPID Bali, I Nengah Muliarta menjelaskan iklan kampanye adalah penyampaian pesan kampanye melalui media cetak dan elektronik berbentuk tulisan, gambar, animasi, promosi, suara, peragaan, sandiwara, debat, dan bentuk lainnya.
Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 7/ 2015, iklan untuk memperkenalkan pasangan calon tersebut difasilitasi oleh KPU provinsi atau kabupaten dan kota yang didanai oleh APBD. Artinya, iklan yang ditayangkan di luar pendanaan APBD berarti ilegal.
"Lembaga penyiaran bisa dikenakan sanksi karena menayangkan iklan kampanye yang ilegal," kata Muliarta kepada Republika, Ahad (6/9).
Khusus penayangan iklan kampanye di lembaga penyiaran, semuanya dibiayai oleh APBD setelah dikoordinasikan dengan KPU. Penayangan iklan kampanye ini, kata Muliarta dilaksanakan selama 14 hari sebelum dimulainya masa tenang.
Jumlah penayangan iklan kampanye di televisi dan radio maksimal 10 spot per hari. Untuk televisi, durasinya maksimal 30 detik, sementara radio maksimal 60 detik.
Lembaga penyiaran, kata Muliarta harus memerhatikan ketentuan batas penayangan iklan kampanye di televisi dan radio tersebut berlaku untuk semua jenis iklan kampanye, termasuk iklan baca (adlips) di radio serta teks berjalan dan super infus di televisi.
Muliarta menegaskan waktu siar iklan niaga untuk penyiaran swasta maksimal 20 persen, sementara lembaga penyiaran publik maksimal 15 persen dari keseluruhan waktu siaran.
"Lembaga penyiaran diharapkan tidak mengejar pendapatan dari iklan kampanye," kata Muliarta.