REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Raffles B. Panjaitan menegaskan, penanggulangan kebakaran hutan dan kabut asap harus sinergi. Kesigapan penanggulangan kebakaran harus kompak antara pusat dan daerah.
Diuraikannya, banyak faktor yang menjadi muasal masalah kebakaran hutan yang disusul kabut asap. Di antaranya perilaku masyarakat, stakeholder, termasuk pemerintah. "Pemerintah daerah tanggap nggak, harusnya tanggap, water boombing saja izinnya lambat padahal sudah darurat," kata dia pada Jumat (4/9).
Ketidaksigapan juga ia lihat dari lamayanketetapan tanggap darurat bencana oleh pemerintah daerah. Padahal, pemerintah pusat bisa segera menurunkan bantuan jika daerah telah menetapkan wilayahnya darirat. Seharusnya ketetapan tersebut bisa cepat mengingat asap sudah menebal hingga anak-anak sekolah terpaksa libur sekolah.
Ia mengaku pemerintah pusat telah berkali-kali mengingatkan dan memberi tahu soal penetapan tanggap darurat salah satunya ke Kalimantan Selatan. Pun, ke wilayah Jambi, Raffles lega karena akhirnya Jambi menetapkan daerahnya tanggap darurat pada 16 Agustus lalu. "Itu pun setelah kita berkali-kali bolak-balik ke sana," katanya.
Ia juga menampik anggapan aktivis lingkungan yang menyebut pemerintah bersikap seperti pemadam kebakaran. "Tidak begitu, kita telah melakukan banyak pencegahan," kata dia.
Urusan kebakaran hutan yang menjadi masalah, lanjut dia, sudah berlangsung selama 18 tahun. Tentu penyelesaiannya tidak semudah membalikkan telapak tangan.