REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mutasi dalam tubuh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bisa terjadi kepada setiap anggotanya. Tak terkecuali Kepala Bagian Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Budi Waseso.
Mutasi bukan hanya bisa terjadi di kepolisian tapi juga pada instansi lain. Hal tersebut dilakukan tergantung kebutuhan dan situasi. "Yang terpenting penggantian itu harus obyektif, jangan sewenang-wenang," kata mantan Kapolda Mentro Jaya Komjen Pol (Purn) Nugroho Djayusman kepada Republika, Kamis (3/9).
Dia berharap penggantian posisi dalam tubuh Korps Bhayangkara bukan karena opini-opini yang tidak jelas. Saat ditanya apakah kabar pencopotan Buwas karena ada pihak-pihak yang tidak senang terhadap aksinya menggeledah beberapa instansi, Nugroho menjawabnya secara diplomatis. "Saya tidak mau menuduh tapi berdasarkan pengalaman saya, orang yang punya masalah itu selalu adalah mereka yang mencari kelemahan dan bereaksi," kata dia. Reaksi tersebut bisa ditumpahkan pada lembaga maupun pejabat itu sendiri.
Menurut dia, orang yang punya masalah, pasti akan bereaksi lebih awal. "Kalau tidak ada masalah, ngapain bereaksi? Apalagi di era hukum seperti saat ini, semua didasarkan hukum kok," ucapnya. Pandangan tersebut, kata Nugroho, tidak hanya terbatas pada Buwas saja tapi juga instansi lainnya.
Dia mengimbau kepada pihak-pihak terkait, janganlah menjatuhkan seseorang dengan opini. Hal tersebut hanya akan merusak republik ini. "Tidak bisa begitu. Opini kan bisa dibentuk berdasarkan pesanan, tergantung siapa yang mensponsori opini ini," kata Nugroho.
Isu ini tidak berkenaan dengan masalah substansi. Hal-hal yang tidak substansial yang justru menimbulkan kegaduhan stabilitas ekonomi. "Yang buat kegaduhan itu siapa, yang memperlihatkan berbicara dengan seseorang itu siapa, yang menyatakan dirinya benar itu siapa," ujarnya mempertanyakan. Reformasi sudah berkembang sedemikian jauh sehingga keterbukaan informasi sangat cepat dan transparan.