REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Arif Wibowo menegaskan, proyek pembangunan Waduk Jatigede masih menyisakan persoalan sosial dan ekonomi untuk warga terdampak.
Hal itu disimpulkan dari pertemuan politikus PDIP, Arif Wibowo dan Rieke Diah Pitaloka dengan salah satu desa terdampak di Desa Sukakersa, Kecamatan Jatigede.
"Persoalan itu seperti soal klasifikasi warga terdampak dan ganti rugi kepemilikan hak atas tanah," kata Arif Wibowo dalam rilis yang diterima Republika, Ahad (30/8) malam.
Menurutnya, penggantian ganti rugi atas kepemilikan hak tanah terindikasi kuat ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Meliputi, tanah terlewat pendataan di areal genangan (sekitar 16,2 hektare) di area evaluasi seluas 262,5 hektare (sekitar 37,3 hektare), tanah terlewati ganti rugi di areal genangan (sekitar 15,3 hektare) di areal elavasi sekitar 14,4 hektare, tanah kurang luasan di areal genangan (sekitar 233 hektare) di area elavasi (sekitar 6,8 hektare), tanah salah klasifikasi di areal genangan (sekitar 266 hektare), dan tanah salah obyek penerima di areal genangan (sekitar 9,1 hektare).
Selain itu, imbuh anggota komisi II DPR RI ini, mengenai relokasi warga terdampak yang pernah dijanjikan melalui pembangunan juga tidak jelas.
Bahkan Arif mengaku sudah menyampaian data-data terkait temuan di lapangan tersebut kepada Presiden Joko Widodo, Menteri terkait, Gubernur Provinsi Jawa Barat, DPRD Provinsi Jawa Barat, Bupati Sumedang, dan DPRD Kabupaten Sumedang.
Namun, surat yang dikirim sejak tanggal 11 Juli 2015 tersebut tidak mendapat respon. Sebab itu, politikus PDIP meminta agar Presiden Jokowi menunda rencana penggenangan Waduk Jatigede tanggal 31 Agustus 2015 dan mencabut serta merevisi Preaturan Presiden nomor 1 tahun 2015 tentang pembangunan Waduk Jatigede.
"Penuhi hak-hak warga terdampak secara adil yang ses8uai dengan UU nomor 2 tahun 2015," tegasnya.
Seperti diberitakan, Presiden Jokowi berencana memulai genangan Waduk Jatigede pada hari Senin (31/8).