REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga Bangun Rejo, Kabupaten Solok Selatan, Suprihadi berhasil mengolah sampah plastik menjadi gas alternatif yang lebih tahan lama, dibandingkan biogas. Ia melakukan percobaan menggunakan sampah plastik kresek dan botol air mineral yang dibakar lalu diambil gasnya. Lalu dimasukkan ke dalam tabung gas elpiji.
"Selain bisa diambil gasnya, dari pengolahan plastik juga diperoleh hasil lainnya seperti bahan bakar yang menyerupai premium, lalu menyerupai minyak tanah dan menyerupai solar. Tergantung prosesnya," katanya.
Ahli Peneliti Madya Polimer BPPT, Syah Johan A Nasiri, menjelaskan, semua bahan organik jika dipanaskan pada suhu tinggi akan berubah menjadi gas dan menjadi karbon atau arang. "Gas disebut syn-gas ata synthetic gas, yaitu gas H2 dan gas CO yang mudah terbakar," kata dia saat dihubungi ROL, Jumat (28/8).
Selain itu, kata dia menjelaskan, ada gas CO2 dan air yang tidak bisa terbakar. "Untuk bisa digunakan dan dikual, maka harus dimurnikan dan ini cukup mahal. Karena itu perlu skala industri dan juga teknologi," ucap dia.
Ketika ditanya apakah limbah plastik bisa didaur ulang menjadi gas alternatif, Syah mengatakan, "Limbah plastik jika tidak didaur ulang sebaiknya dibakar untuk dimanfaatkan panasnya."
Suprihadi menyebutkan, hasil-hasil pengolahan tersebut sudah sempat ia uji coba. Seperti sejenis premium ia gunakan untuk menghidupkan genset atau sepeda motor.
Suprihadi mengaku pernah melakukan perbandingan antara premium dengan bahan bakar alternatif tersebut. Dengan premium sebanyak 30 sentimeter kubik hanya mampu bertahan 3 menit 40 detik, sementara bahan bakar alternatif tersebut bertahan selama empat menit.
Ia mengatakan, hasil pengolahan sampah plastik yang menyerupai premium telah diserahkan ke Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Solok Selatan pada Rabu (19/8) melalui Kelompok Konservasi Mandiri (KKM) Bangun Rejo untuk diuji ulang apakah berbahaya atau tidak seandainya digunakan.
"Tentu akan percuma jika bisa diolah tapi masih berbahaya," kata lelaki yang mengaku hanya tamatan sekolah dasar ini.
Ia mengatakan, dengan mendaur ulang plastik tersebut diharapkan bisa menjadi salah satu sumbangsih dalam upaya menyelamatkan bumi dari kerusakan.
"Plastik sangat susah diurai oleh tanah dan memakan waktu hingga belasan tahun," katanya.
Kendati beberapa kali uji coba telah berhasil, namun dirinya mengaku belum berani menggunakannya untuk keperluan harian hingga hasil uji ulang dari KLH Solok Selatan keluar.
"Saya takut nanti hasil tersebut justru berbahaya. Untuk saya masih menunggu hasil uji dari KLH," katanya.