REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahapan kampanye Pilkada di daerah resmi dimulai pada Kamis (27/8). Ada yang berbeda dalam kampanye kali ini sebab sebagian besar biaya kampanya seperti alat peraga, bahan kampanye, iklan, dan debat kandidat dibiayai Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Komisioner KPU Ferry Rizky Kurniansyah mengingatkan akan potensi terjadinya politik uang di Pilkada kali ini.
"Ya itu yang diantisipasi oleh semua pihak termasuk masyarakat bahwa jangan sampai terjadi money politic oleh pasangan calon," ujar Ferry di Kantor KPU, Rabu (26/8).
Menurutnya, kampanye dibiayai negara membuat pasangan calon tidak perlu mengeluarkan dana. Yang mengkhawatirkan, dana milik pasangan calon justru digunakan untuk politik uang.
"Dengan waktu kampanye yang sama ini tentunya dia bisa saving dong, dengan saving itu bisa untuk yang lain. Itu yang memang harus diwaspadai, jangan sampai terjadi serangan-serangan subuh, dzuhur atau lainnya," ujar Ferry berkelakar.
Ia pun mengingatkan politik uang termasuk ranah pidana sehingga jika terbukti melakukan praktik politik uang, maka keikutsertaannya di pilkada bisa dibatalkan. Oleh karenanya, perlu pengawalan ketat dana kampanye yang digunakan pasangan calon maupun tim kampanye selama kampanye. Apalagi dana kampanye tersebut harus dilaporkan tim kampanye maupun paslon untuk diauditor oleh auditor independen dari KPU.
Terkait waktu kampanye yang kurang lebih berlangsung selama tiga bulan sejak 27 Agustus-5 Desember, Ferry mengatakan pada prinsipnya kampanye kali ini diharapkan berlangsung terbuka dan dialogis yang terpenting dapat memberikan pendidikan politik masyarakat.
"Selama ini masyarakat hanya disuguhkan dengan hal-hal yang sangat material yang memang tidak mendidik, sekarang saatnya bagi kepala daerah untuk melakukan upaya-upaya pendidikan politik kepada masyarakat, menyapalah kepada masyarakat, apa visi misi dia, jangan sampai masyarakat hanya disuguhkan oleh dangdut," kata mantan Ketua KPU Jawa Barat tersebut.