Kamis 27 Aug 2015 08:19 WIB

Rizal Ramli dan Tantangan Berat Kemaritiman (1)

Red: M Akbar
Rizal Ramli
Foto: antara
Rizal Ramli

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: William Henley (Pendiri Indosterling Capital)

Ada harapan besar menggelayut dari hasil reshuffle kabinet pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla beberapa waktu lalu. Satu diantaranya bermuara pada Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli. Meski sempat mengundang gaduh karena bersikap kritis terhadap kebijakan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) namun sesungguhnya Rizal menjadi sosok yang patut diperhitungkan untuk dapat menjalankan Kabinet Kerja Jokowi.

Rizal sesungguhnya juga bukanlah orang baru di dunia ekonomi politik Indonesia. Ia dikenal sebagai sosok yang berani, cepat, dan tanggap. Tak heran, beberapa jabatan strategis di pemerintahan sempat diembannya. Sebutlah misalnya pada era Presiden Abburrahman Wahid, Rizal pernah diberikan mandat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selama satu tahun sebelum akhirnya diserahi tanggungjawab sebagai Menteri Keuangan.

Selama satu tahun menjabat Menko Perekonomian, pria lulusan Boston University ini membuat gebrakan yaitu mendorong penghapusan cross-ownership dan cross-management antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dan PT Indosat Tbk. Langkah ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetisi dan mendorong kedua operator telekomunikasi nasional tersebut menjadi full service operators.

Lewat terobosannya ini banyak pihak menilai langkah yang dilakukan Rizal adalah tepat sehingga dapat memberikan keuntungan bagi negara. Pada periode yang sama, Rizal juga menduduki jabatan penting di perusahaan. Kinerjanya dinilai menguntungkan banyak pihak lantaran geliat semangatnya mampu memengaruhi pemasukan devisa negara. Ini terbukti dengan adanya kenaikan pada nilai ekspor Indonesia hingga mencapai 27 persen. Tangan dingin Rizal juga berhasil mendongkrak nilai perekonomian Bulog hanya dalam kurun waktu enam bulan.

Melihat track record tersebut, mungkin Rizal merasa percaya diri (pede) dengan berani mencampuri urusan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait pembelian pesawat baru Garuda Indonesia itu. Walau sejujurnya, hal tersebut tidak berkaitan langsung dengan job desk Rizal sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman.

Di sinilah publik menanti polesan Rizal untuk mendukung ide pembangunan ekonomi maritim Presiden Jokowi. Di tengah perlambatan ekonomi seperti sekarang ini, memang sudah seharusnya untuk tidak banyak bicara demi mencari popularitas.

Di bawah bendera Kementerian Koordinator Kemaritiman, Rizal akan menakhodai beberapa kementerian yang terkait di bawahnya seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Kementerian Pariwisata.

Bisa jadi karena ada kaitan ke Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pariwisata itulah, Rizal mencoba "mengkritisi" aksi korporasi Garuda Indonesia. Kritik membangun tentunya dan diperlukan oleh siapapun yang berpikiran terbuka dan ingin maju.

Tugas Rizal sebagai Menko Kemaritiman memang cukup berat. Membangun ekonomi maritim Indonesia ini dirasa perlu dilaksanakan karena posisi Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi maritim sangat besar dan potensial. Bekal itu sejauh ini belum dioptimalkan sebagai kekuatan utama untuk mendorong pembangunan secara terintegrasi. Saat ini pemerintah memiliki tekad untuk mengembalikan potensi maritim Indonesia yang perlu diintegrasikan dalam perencanaan pembangunan nasional secara berkesinambungan.

Belum sempat menjejakkan kaki di kantor barunya, pria yang suka dijuluki Mr Breakthrough itu sudah mengkritik nama kementeriannya sendiri. Rizal lebih suka nama kementeriannya adalah Kementerian Maritim dan Sumber Daya. Alasannya, ini terkait dengan beberapa Kementerian yang dia nahkodai.

Mencermati gelagat Rizal, sepertinya ia akan lebih memfokuskan diri pada kebijakan yang implementatif di lapangan. Sasaran tembak yang ingin dikejar adalah sektor riil. Rizal tampaknya beranggapan sektor riil bisa menciptakan lapangan pekerjaan, nilai tambah ekonomi, dan devisa negara. Dia juga memasang target di sektor Pariwista dengan mengejar 15 juta turis yang akan berkunjung ke Indonesia dalam lima tahun ke depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement