REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Guna menanamkan nilai kepahlawanan pada anak berkebutuhan khusus, Kecamatan Depok serta Forum Komunikasi Orang Tua dan Masyarakat Peduli Autis (Forkompak) menyelenggarakan lomba 17 Agustus. Camat Depok, Budiharjo menuturkan, acara tersebut juga digelar sebagai bentuk kepedulian pemerintah untuk memfasilitasi anak autis.
"Mereka juga bagian dari masyarakat. Jadi sudah seharusnya kita memfasilitasi kegiatan ini," papar Budi saat ditemui di Halaman Kantor Kecamatan Depok, Rabu (19/8). Selain itu, agenda tersebut merupakan ajang kampanye bagi masyarakat untuk menyosialisasikan kepedulian terhadap anak-anak autis.
Dalam kegiatan se-DIY yang baru digelar untuk pertama kali ini, panitia mengadakan empat macam lomba. Antara lain lomba makan kerupuk, pasang bendera, menangkap ikan, dan mewarnai. Peserta berjumlah 62 orang, yang berasal dari sembilan sekolah berkebutuhan khusus di Sleman. Mereka tampak senang mengikuti agenda tersebut, dibantu oleh orang tua dan pembimbingnya.
Ketua Panitia Lomba Anak-anak Autis, Hermi Wibowo menyampaikan, saat ini masyarakat masih memandang anak berkebutuhan khusus sebagai sesuatu yang aneh. Padahal, mereka memiliki hak yang sama dengan anak-anak lainnya.
“Masih banyak yang mengejek autis. Hal itu jelas sangat menyakitkan orangtua. Padahal, anak-anak tersebut memiliki keunikan tersendiri yang tidak kita ketahui,” tutur Hermi. Menurutnya, banyak anak autis yang memiliki bakat terpendam. Kemampuan tersebut dapat dikembangkan untuk kemandirian anak-anak sendiri.
Sementara itu, Hermi menjelaskan bahwa autis adalah gangguan pertumbuhan anak yang menyebabkan perkembangan emosi dan perilaku sosial mereka terhambat. Lomba yang diselenggarakan sengaja mengedepankan aktivitas gerak. Sehingga bisa mengasah gerak motorik dan interaksi anak.
Menurutnya, kegiatan bagi anak-anak autis ini akan diselenggarakan untuk jangka panjang. “Kami ingin menunjukkan pada masyarakat, bahwa anak-anak autis memiliki masa depan yang baik, jika keterampilan mereka terus dilatih,” ujar Hermi.
Ibu dari seorang peserta, Kristyastuti (48) menuturkan, di masa depan anaknya perlu hidup mandiri. Oleh karena itu, sang anak Rahadian Farel (17) harus mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang tepat. Kemampuan khususnya harus dieksplor agar mereka bisa tidak tergantung pada orang di sekitarnya.
Kristyastuti mengakui, perlu ketelatenan untuk merawat anak semata wayangnya itu. Ia berpesan kepada orang tua yang memiliki anak autis, agar terus bersabar saat mendidik anak walaupun pendidikan untuk anak autis masih kurang memadai.
“Belum ada jenjag pendidikan selanjutnya. Karena SLB hanya sampai SMA. Jadi bingung, setelah itu mau melanjutkan sekolah di mana,” ujarnya.