REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai pemerintah harus berlandaskan dasar hukum yang jelas soal pemilihan kepala daerah (Pilkada). Menurutnya, pemeritahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi), harus berdiri pada posisi netral pada persoalan yang muncul di tengah pelaksanaan pilkada.
“Pemerintah harus memposisikan diri netral, tidak berpihak pada satu kekuatan politik tertentu,” kata Zuhro pada Republika, Senin (17/8).
Dalam pidato Jokowi sudah tegas menyatakan tidak akan melakukan intervensi pada partai politik. Menurut Zuhro, pidato itu juga relevan untuk menanggapi tekanan yang dilakukan oleh partrai pengusungnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sebab, PDIP masih ingin mendorong agar pemerintah segera mengeluarkan Perppu Pilkada.
Zuhro menambahkan, misi pemerintah adalah mendorong proses demokratisasi dan membangun partai politik sebagai aset negara dan pilar utama demokrasi. Misi ini mensyaratkan pembenahan Undang-Undang secara berkualitas dan substansial. “Bukan mengeluarkan Perppu,” tegas dia.
Harus diakui, imbuh dia, UU Nomor 8 tahun 2015 sarat dengan perubahan, baik melalui revisi, Perppu maupun judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kalau saat ini pemerintah mengeluarkan Perppu lagi, maka akan terjadi preseden buruk bagi UU Pilkada. Akibatnya, tidak tertutup kemungkinan akan selalu diposisikan dalam keadaan kegentingan.
Yang menjadi masalah atas kondisi saat ini, menurut Zuhro adalah itikad baik dari semua pihak. Jika didasari cara berpikir obyektif, kata dia, selengkap apapun UU atau peraturan tanpa ada niat baik, akan sia-sia juga. “Pelanggaran dan penyimpangan akan tetap dilakukan selama tak ada keterikatan dan ketaatan pada hukum,” kata dia.