Sabtu 15 Aug 2015 11:07 WIB

Jaksa Agung Tampik Putusan MA atas Supersemar untuk Mengorek Luka Lama

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Bayu Hermawan
Jaksa Agung HM Prasetyo
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Jaksa Agung HM Prasetyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Jaksa Agung, HM Prasetyo membantah jika putusan Mahkamah Agung (MA) atas Yayasan Supersemar untuk mengorek kembali luka lama. Menurutnya, hal tersebut merupakan hak negara untuk memulihkan aset.

Saat ini, eksekusi terhadap putusan tersebut belum dilaksanakan. Belum diterimanya salinan putusan dari MA menjadi alasan belum dilaksanakannya eksekusi. "Itu nanti yang akan kita bicarakan bagaimana baiknya. Yang pasti tentunya PN Jakarta Selatan akan membentuk juru sita untuk melaksanakan putusan," ujarnya.

Kejagung selaku jaksa pengacara negara akan mengunjungi PN Jakarta Selatan untuk koordinas penyelesaian putusan MA tersebut. Sebab, PN Jakarta Selatan merupakan pihak pertama yang memutuskan perkara tersebut.

Prasetyo menjanjikan akan proaktif dengan pengadilan guna menindaklanjuti putusa tersebut. Disamping itu, karena hal juga termsuk perkara perdata maka, Prasetyo juga akan mendesak pengadilan agar menguhubungi pihak tergugat.

"Agar mereka memenuhi kewajibannya," ucapnya.

Seblumnya, Humas PN Jakarta Selatan, Made Sutrisna tidak ingin banyak berkomentar terkait eksekusi putusan MA terkait Supersemar. Made mengaku, belum akan berkomentar sebelum salinan putusan dari MA diterima PN Jaksel.

"Belum ada (informasi penyerahan salinan putusan). PN Jaksel hanya pasif menunggu," ujar Made, saat dikonfirmasi Republika, Rabu (12/8).

Kasus ini bermula saat Presiden Soeharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 1976. PP tersebut menentukan bahwa 50 persen dari 5 persen sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar.

Akan tetapi, Yayasan Supersemar tidak memenuhi pembayaran kas negara 5 persen dari total laba yang dihasilkan sesuai kesepakatan. Sehingga negara dirugikan sebesar USD 315 juta dan Rp 139, 438 miliar.

Akibat putusan MA, Yayasan Supersemar diharuskan membayar ganti rugi USD 315 juta dan Rp 139,438 miliar. Selain itu, Yayasan Supersemar juga diharuskan membayar denda Rp 4,4 triliun. Teknis pembayaran ganti rugi dan pembayaran denda akan diatur oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement