Jumat 14 Aug 2015 20:50 WIB

Pidato Kenegaraan Jokowi Dinilai di Luar Ekspektasi

 Presiden Joko Widodo memasuki ruang Sidang Tahunan MPR Tahun 2015 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8).  (Republika/Raissan Al Farisi)
Presiden Joko Widodo memasuki ruang Sidang Tahunan MPR Tahun 2015 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8). (Republika/Raissan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Jayabaya Igor Dirgantara menilai pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat, di luar ekspektasi publik karena diutarakan secara tidak spesifik.

"Dalam pidatonya, Presiden Jokowi hanya sedikit dan tidak spesifik dalam?menjelaskan alasan, misalnya mengapa melakukan reshuffle kabinet yang pada dasarnya untuk meningkatkan kinerja pemerintahnya. Presiden juga hanya memuji kinerja lembaga negara, tanpa ada?kritik satu pun juga dan ini di luar ekspektasi publik," kata Igor ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (14/8).

Igor mengatakan publik sejatinya ingin lebih memahami secara jelas terkait alasan Presiden melakukan reshuffle kabinet serta ihwal kenetralan pemerintah dalam kisruh partai politik.

"Misalnya kenapa Presiden meyakinkan kenetralan pemerintah terkait kisruh yang terjadi di Golkar, PPP, dan PSSI tetapi tidak mencegah kegaduhan politik yang terjadi. Jika program pemerintah pro-rakyat (nawacita), kenapa implementasinya justru sebaliknya," ujar Igor.

Selain itu, kata dia, berkaitan perombakan kabinet, apabila dimaksudkan untuk fokus kepada pemulihan ekonomi yang tengah lesu,?lalu mengapa stabilitas dan kerukunan politik justru tidak dijaga oleh kementerian teknis terkait.

"Serta bagaimana dengan sinyalemen pelemahan KPK yang justru memburuk sekarang dibandingkan periode pemerintahan sebelumnya. Lalu ke mana janji-janji kampanyenya dulu yang banyak memberikan harapan pada wong cilik," kata dia.

Igor memandang pidato Presiden hanya mengungkapkan hal-hal umum kondisi positif-negatif bangsa. Hal ini mengindikasikan ada tendensi Presiden Jokowi ingin menyembunyikan isu-isu politik sensitif masuk ke dalam istana.

Dia juga mengkritisi langkah Presiden yang justru mengkritik media dalam pidatonya. Padahal, media adalah pihak yang justru membesarkannya. "Mengapa justru mengkritik media yang membesarkannya, ketimbang mengkritik jajaran pembantunya yang kemarin direshuffle. Apalagi justru banyak para menterinya yang disinyalir meningkatkan rating polularitasnya tanpa prestasi kerja (pencitraan)," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement