REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) menilai Indonesia belum siap menerima bonus demografi penduduk. Ketua PKBI Sarsanto W Sarwono mengatakan, bonus demografi tidak bisa dihadapi dari sektor perekonomian dan usaha untuk menambah jumlah pekerja saja.
Menurut dia, bonus demografi penduduk harus dihadapi dengan menaikkan batas usia nikah anak, khususnya remaja putri menjadi 18 tahun. Dengan menaikan batasan usia nikah anak itu, Indonesia akan mendapatkan banyak keuntungan. Bahkan mampu meningkatkan produktivitas sumber daya manusia (SDM)
"Bonus demografi penduduk tak bisa dihadapi dengan membuka lowongan kerja. Apalagi perekonomian Indonesia semakin menurun. Salah satu caranya harus dimulai dari dini dengan menaikan batas usia nikah anak," kata Sarsanto kepada Republika, Sabtu (8/8).
Dia menyebutkan, keuntungan pertama untuk Indonesia adalah penekanan jumlah penduduk yang terus meningkat. Meskipun ada program Keluarga Berencana (KB). Tapi, program tersebut masih belum tersosialisikan dengan baik. Apalagi dalam penggunaan alat kontrasepsi.
Selain itu dengan menaikan batasan usia nikah anak, angka pengangguran di Indonesia akan semakin berkurang. Secara sendirinya dengan menaikan batasan itu, program wajib belajar 12 tahun akan berjalan lancar.
Sehingga anak mampu bersaing di dunia kerja. Bahkan mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). "Minimal mereka yang bekerja sebagai TKI bukan sekedar pembantu. Mereka bisa bekerja di berbagai bidang. Sehingga TKI itu tidak bekerja layaknya budak saja," katanya.
Sarsanto mengingatkan program menaikan batasan usia nikah anak adalah solusi bagi Indonesia untuk lebih maju di semua sektor, terutama perekonomian. Di pertemuan International Parenthood Federation (IPPF) East and South East Asian and Oceania Region, program batasan usia nikah anak itu terbukti mampu meningkatkan perekonomian negara.
"Tapi, kenapa Indonesia menolak peningkatan batasan usia anak itu," ujar Sarsanto