REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG -- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masa Khidmat 2015-2020, Said Aqil Siradj mengaku konsisten tak akan menggunakan NU untuk kepentingan politik. Said mengatakan, agenda yang menjadi prioritasnya ketika diberi amanah memimpin kembali organisasi Islam terbesar di Indonesia itu hanyalah untuk semakin mengedapankan NU dalam menjawab tantangan jaman.
"PBNU selama lima tahun saya pimpin tentu masih banyak yang belum diperbuat. Oleh karena itu yang kurang akan diperbaiki di masa kepemimpinan selanjutnya sesuai kemampuan saya," kata Said dalam pidatonya setelah ditetapkan sebagai ketua umum dengan kemenangan 287 suara dari 412 suara muktamirin yang ada pada Muktamar ke-33 NU di Jombang, Kamis (6/8) dini hari.
Ada lima program yang akan difokuskan oleh dirinya mulai dari program kepemudaan, pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan, hingga penguatan ideologi ahlussunnah wal jamaah. Tantangan-tantangan yang mesti dihadapi NU dewasa, menurut Said, adalah ancaman liberalisme, sekularisme, dan Islam radikal yang dinilai merusak citra Islam yang rahmatan lil alamin.
Oleh karena itu, sesuai dengan tema yang diusung dalam Muktamar ke-33 NU ini, Said berharap NU dapat membawa jiwa Islam Nusantara untuk peradaban Islam dan dunia kelak. "Itu tantangan kami. Kami kawal Ahlusunnah wal Jamaah (Aswaja) ini jadi Islam yang moderat dan toleran bukan hanya bagi warga NU tapi umat Islam," ucapnya.
Dalam sidang voting pemilihan Ketua Tanfidziyah PBNU yang berlangsung sejak Rabu (5/8) malam hingga Kamis (6/8) pukul 02.30 WIB, Said Aqil Siradj mendapatkan 287 suara menggungguli sejumlah nama lainnya seperti As'ad Ali yang meraup 107 suara, KH Salahudin Wahid dengan 10 suara, Tuan Guru Hilmi Muhammadiyah dengan tiga suara, KH Idrus Ali satu suara, KH Mustofa Bisri satu suara, atas nama Alam dan Adnan masing-masing satu suara dan dua suara tidak sah.
Sebenarnya As'ad Ali masih bisa maju dalam pemilihan putaran kedua karena meraup suara lebih dari 99 suara sesuai aturan yang ditetapkan. Namun, dalam sidang yang dipimpin oleh Sekretaris PWNU Jatim, Akhmad Muzakki dan disaksikan oleh tiga PWNU yakni Jabar, NTB, dan Aceh, wakil PBNU pada masa khidmat sebelumnya itu memilih mundur dan mendukung kepemimpinan Said Aqil Siradj.
"Saya kalah pengalaman. Saya mundur dan saya akan tetap membantu NU ke depan," kata As'ad.