Rabu 05 Aug 2015 19:54 WIB
Pasal Penghinaan Presiden

Jokowi: Kalau Saya Dicaci Maki di Negara Lain, Kamu Mau?

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Ilham
Presiden Jokowi pada malam peringatan Hari Film Nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin (30/3).
Foto: Antara
Presiden Jokowi pada malam peringatan Hari Film Nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sebagai simbol negara, Presiden Joko Widodo merasa dirinya harus dihormati. Karena itu, Jokowi akan tetap mengusulkan pasal penghinaan presiden pada DPR.

"Begini, kalau saya pergi ke negara lain, di sana dicaci maki, kamu mau?," ujarnya pada wartawan, Rabu (5/8).

Seperti diketahui, usulan menghidupkan kembali pasal ini dikritik banyak pihak. Pengamat bahkan menyebutnya sebagai pengembalian kondisi di jaman penjajahan. Sebab, presiden tidak memperhatikan azas hukum yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat, seperti filosofis, historis, sosiologis, yuridis.

''Dari empat unsur ini, pasal tadi sudah mati. Kalau dihidupkan kembali artinya pemerintah jahat, punya niat-niat kembali ke sistem feodal atau kerajaan,'' kata pengacara Eggi Sudjana, kemarin.

Namun, Jokowi menanggapi kritikan yang datang dari banyak pihak itu adalah dinamika yang biasa terjadi. Ia mempersihlahkan jika ada orang yang berpendapat berbeda dengan pemerintah.

Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut kembali menegaskan, pasal yang pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi itu dihidupkan kembali bukan untuk membungkam rakyat. Menurutnya, pasal penghinaan presiden justru untuk melindungi mereka yang kerap mengkritisi pemerintah lewat cara yang baik demi kepentingan umum.

"Kalau tidak ada pasal itu malah bisa dibawa ke pasal-pasal karet," ujarnya.

Jokowi juga menyebut bahwa pasal penghinaan presiden pernah diajukan pemerintah sebelumnya. Namun, saat itu pembahasannya tidak selesai di DPR. Kemudian pemerintah sekarang mengajukan kembali pasal penghinaan itu. "Ya namanya juga rancangan, terserah di Dewan dong," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement