Rabu 05 Aug 2015 16:04 WIB

Kasus Dwelling Time, Polisi Mulai Cari Target Lain

Rep: C15/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Suasana aktifitas bongkar muat terhenti saat demo karyawan Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (28/7).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Suasana aktifitas bongkar muat terhenti saat demo karyawan Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Setelah menyasar pada Kementerian Perdagangan, polisi saat ini juga konsen untuk mengembangkan kasus dwelling time pada 18 kementerian lain. Salah satu kementerian yang saat ini juga dilibatkan dalam penyelidikan adalah Kementerian Perindustrian.

Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Tito Karnavian mengatakan pihaknya membagi dua tim untuk kasus dugaan suap dwelling time ini. Salah satu tim menyasar pada penyelidikan dan pendalaman pada keterkaitan 18 kementerian lain selain kementerian perdagangan.

Pemilihan kementerian perindustrian sebagai salah satu bidikan adalah karena segala jenis impor barang ke Indonesia harus melalui filterisasi dari Kementerian Perindustrian. Namun saat ini pihak Kementrian Perindustrian baru dimintai keterangan sebagai saksi.

"Kami mintai keterangan untuk saksi, namun jika memang ditemukan pelanggaran hukum maka kami akan proses juga," ujar Tito saat ditemui di Polda Metro Jaya, Rabu (5/8).

Namun saat ini tim satgas khusus tersebut masih akan konsentrasi pada lingkup pre clereance terkait perizinan impor barang. Lingkup Kementerian Perdagangan juga menjadi salah satu konsentrasi untuk menuntaskan tahap ini.

Dua tim bentukan satgas khusus tersebut akan dikonsentrasikan pada dua arah. Pertama, mengusut tuntas praktik suap pada tahap pre clereance. Tim kedua, mendalami soal keterlibatan pihak lain dan 18 kementerian lain dan menyasar pada tahap clearance dan post clearance.

Saat ini polisi baru menetapkan lima tersangka dan sedang mendalami lagi kasus ini. Tito mengatakan timnya masih menguatkan konstruksi kasus sehingga bisa menyasar pada titik utama mengapa kasus dugaan suap ini bisa terjadi.

Hal ini juga diamini oleh Kasubdit V Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus, AKBP Adjie Indra. Ia mengatakan saat ini pihaknya sedang memetakan proses dugaan suap ini. Bagaimana mekanisme suap dan mengalir kemana semua uang suap ini.

Untuk sementara waktu, menurut Adjie celah hingga terjadinya kasus suap ini dikarenakan lamanya proses pengurusan izin dan banyaknya loket yang harus dilalui oleh para pengimpor barang membuat 'uang pelicin' menjadi cara untuk mempermudah urusan ini.

"Sekali transaksi suap bisa dari Rp 10 juta hingga Rp 500 juta. Ini juga tergantung dari jenis barang dan besaran barang," ujar Adjie saat dihubungi Republika, Selasa (4/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement