Sabtu 01 Aug 2015 15:35 WIB

Warga Enam Desa di Halmahera Ancam Golput

Pilkada Serentak (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE -- Warga enam desa di perbatasan Kabupaten Halmahera Barat dan Halmahera Utara, Maluku Utara, yang selama ini disengketakan pemerintah kabupaten kedua daerah itu mengancam tidak akan menggunakan hak pilih (golput) pada pilkada nanti.

"Sebagian besar warga di enam desa tersebut sudah sepakat akan golput kalau tetap dipaksa memilih untuk pilkada Kabupaten Halmahera Utara, karena warga merasa tetap menjadi bagian dari Halmahera Barat, jadi hanya mau memilih di pilkada Halmahera Barat," kata salah seorang warga asal enam desa tersebut Yulius di Ternate, Sabtu (1/8).

Sesuai keputusan pemerintah pusat enam desa tersebut di antaranya Desa Pasir Putih masuk wilayah Administrasi Kabupaten Halmahera Utara, tetapi warga setempat bersikeras masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Halmahera Barat karena secara historis mereka merupakan bagian dari masyarakat Halmahera Barat.

Ia mengatakan, perwakilan warga dari enam desa tersebut sudah menghadap ke pihak KPU Halmahera Barat untuk meminta diakomodir sebagai pemilih di Kabupaten Halmahera Barat pada pilkada serentak 9 Desember 2015. Upaya serupa juga diajukan ke KPU Maluku Utara dengan permintaan yang sama, tetapi sejauh ini belum ada kepastian jawaban atas permintaan itu.

Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik milik sebagian besar warga yang dikeluarkan Pemkab Halmahera Barat seharusnya bisa menjadi dasar untuk mengakomodir mereka memilih di Kabupaten Halmahera Barat pada pilkada serentak nanti, walaupun secara administrasi mereka berada di wilayah Kabupaten Halmahera Utara.

Ketua KPU Halmahera Barat Abjan Radjab membenarkan perwakilan warga dari enam desa tersebut datang ke KPU Halmahera Barat untuk meminta disertakan sebagai pemilih di pilkada Halmahera Barat, tetapi permintaan itu sulit dipenuhi.

Masalahnya secara hukum mereka berada di wilayah Halmahera Utara dan masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di kabupaten itu sehingga kalau KPU Halmahera Barat mengakomodir mereka untuk memilih di pilkada Halmahera Barat menimbulkan masalah hukum bagi Komisioner KPU Halmahera Barat.

"Kami mau memenuhi permintaan warga dari enam desa tersebut kalau ada payung hukum yang bisa menjadi dasar hukumnya dan itu jelas bukan menjadi kewenangan KPU, tetapi pemerintah daerah setempat," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement