REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) mendesak agar Polri harus segera mengusut dugaan politik uang atau suap menyuap dengan dalih mahar di balik pelaksanaan Pilkada serentak.
"Bagaimana pun keberadaan uang mahar adalah kejahatan yang melanggar KUHP," ujar Ketua Presidium IPW, Neta S. Pane, Sabtu (1/8).
IPW menilai, uang mahar bukanlah biaya politik tapi kejahatan politik yang bernuansa suap menyuap untuk mendapatkan posisi calon kepala daerah dari satu partai politik tertentu. Meskipum tidak semua calon yang ikut terlibat dalam prakter uang mahar, isu keberadaan uang mahar makin marak dan makin muncul ke permukaan hingga membuat keresahan dan ketidakpercayaan publik pada proses Pilkada.
Bahkan, menurut Neta, sudah muncul berbagai keluhan dari para bakal calon yang akhirnya mundur dari pencalonan karena tidak sanggup membayar uang mahar. Untuk membongkar praktek uang mahar ini, Neta menyarankan, Polri perlu menurunkan tim Intelkam dan Tipikor Bareskrim Polri.
"Dengan harapan tim Polri ini bisa menangkap dan memproses para pelakunya ke pengadilan," ujar Neta.
Hal ini bertujuan agar proses Pilkada serentak di 2015 ini bisa berjalan bersih, transparan, tidak diwarnai praktek suap menyuap atau politik uang yang dibungkus praktek uang mahar. Neta menilai, jika Polri bekerja keras dan memproses para calon kepala daerah yang terlibat praktek uang mahar, budaya baru Pilkada akan tumbuh dan berkembang, revolusi mental kepemimpinan di daerah akan terjadi dan masyarakat bisa benar-benar mendapatkan pemimpin yang bersih, beritegritas, dan bermoral.
Bagaimana pun Polri dengan Tribratanya yang menempatkan kepolisian sebagai penjaga moral masyarakat perlu memulai, mencermati, membongkar, dan mengawal Pilkada serentak 2015. Sehingga harapan masyarakat bahwa Pilkada serentak akan mendapatkan pemimpin yang ideal bisa tercapai.
Neta menegaskan, tugas Polri di Pilkada serentak tidak sekadar menjaga keamanan. Lebih dari itu, Polri harus mampu membongkar dan memproses segala pelanggaran hukum di balik Pilkada serentak, termasuk politik uang dengan praktek uang mahar.