Kamis 30 Jul 2015 07:32 WIB

Gubernur Soekarwo Ingatkan Jokowi Tentang Hari Santri

Para santri pondok pesantren Ar-Raudhatul Hasanah membaca Alquran saat mengikuti tadarus di Medan, Sumatera Utara, Selasa (23/6).
Foto: Antara/Septianda Perdana
Para santri pondok pesantren Ar-Raudhatul Hasanah membaca Alquran saat mengikuti tadarus di Medan, Sumatera Utara, Selasa (23/6).

REPUBLIKA.CO.ID, BLITAR -- Gubernur Jawa Timur Soekarwo ikut mengingatkan agar para santri mendesak Presiden Joko Widodo segera menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, seperti yang dijanjikan sebelumnya.

"Tentang hari santri juga harus diputus, jangan 'mengambang'. Bayangkan, jika ada hari santri, tentunya sangat bagus," kata Soekarwo saat menghadiri tahlil akbar memeringati haul atau wafatnya mantan Presiden Sukarno serta pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asy'ari di Kota Blitar, Rabu (29/7) malam.

Soekarwo yang ditemui dalam kegiatan di areal makam mantan Presiden Sukarno di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sanan Wetan, Kota Blitar, itu mengatakan jika pemerintah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, tentunya merupakan penghargaan tersendiri, terutama bagi para pejuang.

Salah satu alasannya, pada 22 Oktober tersebut bertepatan dengan gerakan pesantren lewat Resolusi Jihad untuk berperang melawan penjajah Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia pada tahun 1945.

DIa berharap, aspirasi itu juga kembali didengungkan santri, terutama saat pelaksanaan Muktamar Nahdlatul Ulama yang ke-33 di Jombang, pada 1-5 Agustus 2015. Presiden Jokowi dijadwalkan membuka kegiatan Muktamar tersebut.

Presiden Joko Widodo serius untuk menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Mohsen Assegaf. Menurut dia, terdapat keuntungan dengan penetapan Hari Santri Nasional itu, diamana salah satunya peran pesantren yang turut serta dalam membela kemerdekaan Indonesia semakin diakui.

Selain itu, peran pesantren sebagai lembaga pendidikan semakin diperkuat sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional sehingga akan disetarakan dengan sekolah umum.

Ke depannya, pondok pesantren juga diharapkan semakin diperhatikan oleh pemerintah terkait pengembangannya. Kebijakan kesetaraan itu juga meliputi kesetaraan regulasi, program dan kesetaraan anggaran, terutama terkait pengucuran dana yang berkeadilan untuk pesantren.

Lebih lanjut, ia juga berharap, dengan penetapan tersebut perhatian kepada pesantren juga akan semakin adil. Penetapan tersebut juga menunjukkan jika pemerintah hadir di tengah kalangan santri. Pemerintah juga memberikan bantuan dana pada pondok pesantren, dan pendidikan di pondok tidak beda dengan pendidikan umum.

Pesantren, kata dia, juga merupakan bagian dari pendidikan nasional yang perannya kerap ditunggu-tunggu masyarakat. Upaya untuk menjadikan Hari Santri sebagai hari nasional merupakan sebuah upaya untuk meneguhkan bahwa kontribusi santri dan pesantren selama ini di Indonesia memang layak mendapatkan apresiasi monumental dari bangsa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement