REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) menyatakan dengan tegas penolakan terhadap rencana Pemerintah Pusat terkait penggenangan Waduk Jatigede. DPKLTS mengatakan ada masalah sosial dan budaya yang harus diperhatikan dalam permasalahan Waduk Jatigede ini.
Salah satu alasan DPKLTS menentang penggenangan Waduk Jatigede yang akan dilakukan pada 1 Agustus mendatang ialah terkait adanya situs bersejarah di area penggenangan. Ketua DPKLTS Mubiar Purwasasmita mengatakan ada sebuah situs kabuyutan di area tersebut.
Situs kabuyutan tersebut dipercaya merupakan peninggalan Kerajaan Sumedang Larang yang menjadi cikal bakal masyarakat Sunda di kawasan tersebut. "Ini bukan masalah ganti rugi," ujar Mubiar kepada Republika saat ditemui di ruangannya pada Selasa (28/7) sore.
Selain itu, Mubiar mengatakan masyarakat di Jatigede memiliki kesejahteraan dari bertani. Mubiar mengatakan selama ini perencanaan pemindahan warga kurang matang. Mubiar menilai proses pemindahan warga ini tidak diimbangi dengan mempertimbangkan budaya bertani yang melekat pada masyarakat Jatigede.
Mubiar melihat proses resettle yang sebelumnya dilakukan tidak memperhitungkan budaya tani tersebut, sehingga banyak warga yang menolak untuk pindah. Menurut Mubiar, pemerintah seharusnya tetap mempertahankan kesejahteraan masyarakat.
"Jangan hanya dibayar lalu disuruh pergi, itu kelewatan," tegas Mubiar.
Waduk Jatigede rencananya akan digenangi dengan luas mencapai hampir 5 ribu hektare. Waduk Jatigede ini diperkirakan akan dapat menampung air dengan volume hingga 980 juta meter kubik. Rencananya, penggenangan akan dilakukan pada 1 Agustus mendatang dan dihadiri langsung oleh Presiden Joko Widodo.