REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengingatkan kepada seluruh kepala daerah untuk membuat aturan yang tidak bertentangan dengan undang-undang (UU). Menurut dia, peraturan harus disesuaikan dengan kemajemukan bangsa Indonesia, sekalipun itu peraturan daerah (perda).
"Walaupun ada perda yang sifatnya ciri khas kedaerahan, tapi sifatnya itu tidak bertentangan dengan UU dan Pancasila," ujar Tjahjo usai melantik pejabat eselon II Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di Ampera, Jakarta Selatan, Senin (27/7).
Dia mengatakan, dibuatnya peraturan tersebut memang dalam hal untuk melindungi dan mengayomi masyarakat. Sehingga, aturan yang dibuat tidak boleh hanya mewakili mayoritas semata. Ia menekankan kewenangan pemerintah daerah dalam hal membentuk Perda harus juga memperhatikan kepentingan menyeluruh.
Selain itu juga, Tjahjo meminta peran optimal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam hal meloloskan Perda di daerah. "Semua harus berjalan efektif, peran DPRD dalam hal supervisi terutanma dalam pelayanan publik, sehingga konsisten dalam melayani masyarakat," ujar mantan sekjen PDIP tersebut.
Tjahjo melanjutkan, nantinya juga perda tersebut akan ditetapkan setelah dilaporkan dahulu ke Kemendagri. Sehingga, perda yang kemungkinan tidak sesuai dan bertentangan dengan Undang-undang tidak akan diloloskan.
Dia menyebut, hingga hari ini sudah ada 139 perda yang dikembalikan Kemendagri dari yang diajukan pemda. "Termasuk miras (minuman keras) dan berbau agama kita kembalikan, tapi paling banyak itu mengenai miras," ujarnya.
Dia mencontohkan, misalnya perda aturan agama yang diterapkan di Tolikara, Papua, hingga saat ini Kemendagri belum mendapat laporan mengenai hal itu. Bahkan, ketika dikonfirmasi kepada pejabat daerah setempat, perda tersebut telah dibuat lebih dari tiga tahun.
"Sampai saat ini kami belum ada info itu, masih menunggu, Kemendagri juga tidak punya data perda dari Kabupaten Tolikara yang katanya sudah lima tahun itu," ujarnya