REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Adanya pemasangan lambang bertuliskan 'Aku Benci Narkoba, Aku Benci Korupsi' serta lambang Bendera Merah Putih di seragam siswa-siswi baru tahun ini menjadi pembicaraan di kalangan masyarakat kota Makassar. Pasalnya pemasangan logo tersebut dinilai justru mengurangi estetika seragam sekolah.
Melihat reaksi ini, Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan akan meminta klarifikasi kepada Dinas Pendidikan Kota Makassar terkait pemasangan lambang tersebut.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel Salam Soba mengatakan, pemasangan lambang ini bukan merupakan arahan dari Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan (Kemendikbud) maupun Dinas Pendidikan Provinsi.
"Kami akan minta klarifikasi kepada dinas terkait, seperti apa kebijakannya. Apakah memang ini diwajibkan untuk seragam siswa sebagai bentuk sosialisasi, atau bagaimana," ujar Salam, Ahad (26/7).
Salam menjelaskan, sejauh ini pemasangan lambang 'Aku Benci Narkoba, Aku Benci Korupsi' serta lambang Bendera Merah Putih, hanya ada di kota Makassar. Kemungkinan ini merupakan cara Pemkot Makassar dalam mengkampanyekan pemberantasan narkoba di kalangan pelajar.
Namun Salam mengkritisi hal ini, karena jangan sampai justru memberatkan para siswa. Sementara, mengenai kemungkinan hal ini hanya sebagai salah satu cara dalam memungut biaya ke siswa, Salam mewanti-wanti, hal tersebut jangan sampai terjadi.
"Kalau pun itu dijual, harganya tidak boleh di luar batas wajar. Siswa juga tidak boleh dipaksa membeli kalau memang tidak mampu," tegasnya.
Ketua Dewan Pendidikan Sulsel Adi Suryadi Culla menuturkan, kebijakan pemasangan lambang diseragam terkesan terburu-buru, apalagi ternyata kurang dilakukan sosialiasi dan terkesan kurang profesional.
Adi menilai, persoalan pemasangan lambang tidak sesederhana yang diliat. Akan ada beban moral dan juga sosial dari pemasangan lambang ini, walaupun tujuan pemasangan lambang ini sangat positif. Dia juga mengingatkan, jangan sampai ini bisa menjadi salah satu cara untuk kembali memungut biaya ke siswa dengan kedok menjual lambang.
"Kalau ini gratis, tidak masalah. Tetapi kalau dibayar, tentu tidak semua mampu membeli," kata Adi.