Ahad 26 Jul 2015 14:06 WIB

YLKI: 628 Nyawa Pemudik Melayang, Presiden Masih Diam?

Sejumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor melintas di jalur pantura Tegal karang, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, Selasa (21/7).
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Sejumlah pemudik yang menggunakan sepeda motor melintas di jalur pantura Tegal karang, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, Selasa (21/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 628 orang tewas dalam kecelakaan lalu lintas arus mudik-balik sejak h-7 hingga H+7. Berdasarkan catatan Polri, 1.028 orang luka berat dan 3.000-an lainnya mengalami luka ringan.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut dengan catatan seperti itu, mudik lebaran 2015 tak ubahnya sebagai bencana Nasional.

Ketua pengurus harian YLKI, Tulus Abadi, mendesak pemerintah tak berpangku tangan menerima rapor arus mudik tahun ini. Presiden Jokowi, tegasnya, harus bisa memberikan respons konkret atas musibah selama arus mudik tersebut.

Tulus membandingkan sikap Jokowi yang langsung menggelar jumpa pers saat sejumlah kecelakaan pesawat terjadi beberapa waktu terakhir. "Terhadap korban mudik Lebaran yang korbannya jauh lebih besar, Presiden masih diam saja?" ujarnya dalam keterangan pers yang diterima Republika, Ahad (26/7).

YLKI, lanjutnya, juga mendesak pemerintah memperbaiki dan memperbanyak akses angkutan umum di sektor darat, khususnya perkeretaapian. Angkutan KA, sambungnya, dinilai lebih efisien dan aman.

"Polri juga agar bertindak tegas terhadap pelanggaran lalu lintas. Patut diduga, tingginya laka lantas karena pihak Polri melonggarkan pelanggaran lalin (lalu lintas--Red)," kata dia.

YLKI juga mendesak pemerintah daerah memperbaiki transportasi umum di daerahnya. Salah satu alasan pemudik menggunakan kendaraan pribadi, lanjutnya, lantaran di daerah minim akses transportasi umum atau pemerintah juga diminta menaikkan biaya santunan terhadap para korban.

"Selama ini, korban hanya 'dihargai' Rp 25 juta saja dari Jasa Raharja. Padahal, korban laka lantas biasanya jatuh miskin. Bandingkan dengan santunan serupa di Malaysia yang mencapai Rp 3,1 miliar," katanya menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement