Jumat 24 Jul 2015 06:15 WIB
Penyerangan Masjid di Papua

Peran Otonomi Daerah Dubutuhkan untuk Awasi Perda Beragama

Rep: C32/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Pranjurit TNI berjaga-jaga di sekitar lokasi kejadian pembakaran kios dan Musholla di Tolikara, Papua, Kamis (23/7).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Pranjurit TNI berjaga-jaga di sekitar lokasi kejadian pembakaran kios dan Musholla di Tolikara, Papua, Kamis (23/7). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat otonomi daerah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyatakan perlu ada peran otonomi daerah untuk mengawasi peraturan daerah. Terlebih jika perda tersebut menyangkut keagamaan di suatu daerah. 

“Kan perda ini juga ada kaitannya dengan otonomi daerah, tentunya harus memberikan semacam tugas pokok untuk mengawasi dan berkoordinasi dalam mengawasi perda,” kata Siti kepada ROL, Kamis (23/7).

Terkait dengan pembuatan suatu perda, ia menilai provinsi perlu diawasi, dikoordinasikan, dan dibimbing melalui Kemeterian Dalam Negeri (Kemendagri). Dalam hal tersebut, otonomi daerah dapat memberikan semacam tugas pokok dan fungsi untuk masing-masing pemerintah daerah.

Siti mengungkapkan, mengenai persoalan perda maka pemerintah nasional memiliki peran tersendiri. “Kemendagri bertanggung jawab untuk seluruh provinsi di Indonesia dalam membuat suatu perda,” ungkap Siti.

Untuk itu, ia berpendapat Kemendagri perlu melakukan koordinasi, memberikan fasilitas, komunikasi, dan memberikan pengawawsan yang sering untuk semua provinsi yang ada. Bimbingan pengawasan tersebut dapat berguna dalam mengontrol pembuatan perda yang ada di setiap daerah.

Diketahui, usai insiden penyerangan terhadap umat muslim di Kabupaten Tolikara Jumat (17/7) telah memicu dugaan adanya perda beragama yang terkesan mendiskriminasi. Perda tersebut menyebutkan adanya pelarangan untuk tidak boleh membangun tempat ibadah lain di daerah tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement