Kamis 23 Jul 2015 19:04 WIB
Penyerangan Masjid di Papua

Komnas Perempuan Desak Penanganan Tuntas Konflik Tolikara

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Masjid Baitul Muttaqin di Karubaga, Tolikara, yang dibakar massa.
Foto: Twitter
Masjid Baitul Muttaqin di Karubaga, Tolikara, yang dibakar massa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak bentrokan di Kabupaten Tolikara, Papua, Jumat (17/7) kemarin supaya ditangani hingga tuntas.

Ketua Komnas Perempuan Azriana mengatakan, peristiwa 17 Juli 2015 di Tolikara perlu dilihat sebagai bagian dari keseluruhan persoalan kekerasan dan diskriminasi yang berlangsung di Papua dan belum terselesaikan. “Karenanya (konflik Tolikara) membutuhkan penanganan yang tuntas, komprehensif dan menyeluruh serta menyentuh akar persoalan,” ujarnya, di Jakarta, Kamis (23/7).

Pihaknya mendorong Kapolri dan Kapolda Papua untuk mengusut tuntas kerusuhan beserta tindak kekerasan lainnya yang pernah terjadi di Kabupaten Tolikara maupun di beberapa daerah di Papua. Selain itu, menindak tegas siapapun yang diduga kuat sebagai pelaku pembakaran, penghilangan nyawa, dan penghasutan.

Tidak terkecuali aparat keamanan atau aparat penegak hukum atau pihak-pihak lainnya yang menjadi pelaku. “Kami juga mendorong Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan atas kasus penembakan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seorang anak dalam kerusuhan 17 Juli 2015 di Tolikara,” ujarnya.

Komnas Perempuan juga mendorong Presiden Joko Widodo, Kementerian yang terkait dan Pemerintah Daerah Papua agar melakukan pemulihan secara holistik dan komprehensif terhadap seluruh korban kekerasan di Papua. Baik pemulihan dalam konflik 17 Juli 2015 maupun konflik sebelumnya di Tolikara, dan dalam konflik berkekerasan lainnya di Papua.

Kemudian menjamin terpenuhinya hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan dengan menindaklanjuti sejumlah rekomendasi yang telah disampaikan oleh Komnas Perempuan maupun oleh Komnas hak asasi manusia (HAM). Pihaknya juga mendorong tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan pemerintah daerah setempat agar aktif membangun komunikasi yang kondusif untuk memulihkan relasi antar warga.

Terakhir yang tak kalah penting, mendorong semua pihak menahan diri dan tidak mengembangkan asumsi-asumsi dan tindakan yang dapat memperburuk keadaan. Atau mengancam kerukunan hidup umat beragama dan merugikan warga yang tidak bersalah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement