REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Memperingati hari anak nasional yang jatuh pad 23 Juli 2015, ruang nyaman untuk anak semakin mendesak. Kasus yang terakhir terjadi di Kota Bandung, adalah seorang anak SD kelas enam ternyata berprofesi sebagai pekerja seks komersil (PSK).
"Di Polrestabes Bandung, ada anak SD menyambi sebagai anak yang dilacurkan (Ayla) di sela waktu sekolah," ujar Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jabar, Netty Prasteyani kepada wartawan, Kamis (23/7).
Menurut Netty, saat berdialog dengan Kapolrestabes Bandung, Kombespol Angesta Romano Yoyol, anak tersebut melacurkan diri salah satu alasannya karena ekonomi. "Dari dialog dengan Kapolres, anak itu meminta kami bertanya ke ibunya berapa ibunya memberi uang saku setiap hari," katanya.
Menurut Netty, ini memang alasan yang klasik. Tapi, yang aneh ada anak kelas 6 SD yang mencari tambahan uang sakunya dengan cara berprofesi sebagai PSK anak. Ini, harus dilihat apakah memang karena faktor agamanya yang kurang diberikan oleh orang tua atau tarikan lingkungannya yang lebih kuat.
"Boleh jadi nilai-nilai lingkungan seperti tayangan yang ditayangkan televisi lebih kuat," katanya.
Dikatakan Netty, bahkan yang lebih miris lagi, anak SD tersebut sudah memiliki tukang ojek langganan dan nomor khusus untuk pelanggan yang akan menggunakan jasanya. Bahkan, saat tak ada pelanggan, anak itu melayani tukang ojek.
"Sekarang anaknya dikembalikan ke orang tuanya. Karena, ibunya nggak mau anaknya dititipkan ke P2TP2A," katanya.
Netty mengatakan, karena dikembalikan ke orang tua, maka fungsi pendampingan harus dilakukan. Jadi, harus ada kesadaran masyarakat untuk saling mengawasi dan mencegah agar tak terjadi kekerasan pada anak. "Kalau ada indikasi kekerasan masyarakat harus segera melaporkan," katanya.
Menurut Netty, P2TP2A sudah menjalin kerja sama dengan Polrestabes Bandung untuk menampung korban kekerasan anak. Karena, mereka kesulitan mencari tempat untuk menitipkan korban. "Jadi kalau ada korban dititipkan ke kami," katanya.