REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo belum menerima laporan terkait peraturan daerah yang mengatur tata cara beribadah di Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua.
"Dari 139 perda sampai tersisa 70-an perda yang sudah diperiksa di Kemendagri, tidak ada satu pun perda yang berkaitan dengan (tata cara ibadah) agama yang di Tolikara," kata Tjahjo di Kantor Kemendagri Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan, sejak November 2014 hingga Mei 2015, pihaknya menerima laporan perda dari pemerintah daerah dan DPRD setempat untuk diklarifikasi terhadap peraturan perundang-undangan. Sebanyak 139 perda tersebut telah dievaluasi oleh tim dari Kemendagri dan dikembalikan ke daerah untuk diperbaiki.
Terkait perda menyangkut tata cara beribadah di Kabupaten Tolikara, Mendagri mengatakan pihaknya masih menyelidiki keberadaan perda tersebut.
"Katanya ada, katanya tidak, jadi masih belum jelas keberadaan perda ini. Kalau toh ada, kami minta DPRD setempat untuk membentuk pansus kecil dan segera menyampaikannya kepada saya," katanya menambahkan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Sony Soemarsoni menjelaskan Kemendagri mengklarifikasi perda jika ada laporan dari daerah. Seandainya ada daerah yang tidak melaporkan perdanya, maka pejabat terkait dapat dikenai sanksi ringan hingga berat oleh Pusat.
"Perda itu secara manual disampaikan ke provinsi untuk kemudian oleh provinsi diserahkan ke kami. Lalu kami memeriksa apakah ada pertentangan dengan peraturan di atasnya, apakah diskriminatif atau melanggar HAM, kalau ada kami panggil dan minta kejelasan. Kami bisa memberi peringatan tertulis untuk dibahas kembali dengan DPRD," jelasnya.
Terkait perda menyangkut tata cara beribadah di Kabupaten Tolikara, Sony menjelaskan peraturan tersebut masih dalam proses klarifikasi di tingkat provinsi dan belum dilaporkan ke Kemendagri.
Sebelumnya, Bupati Tolikara Usman Wanimbo membenarkan adanya perda yang melarang membangun tempat ibadah selain Gereja Injil di Indonesia (GIdI) karena aliran gereja tersebut pertama terbentuk di wilayah tersebut. Kegiatan dan tempat ibadah yang boleh ada di wilayah Tolikara hanya aliran GIdI.
"Memang ada perda yang menyatakan bahwa di sini, kebetulan terbentuknya GIdI di sini, sehingga dianggap sudah gereja besar. Masyarakat di sini berpikir untuk gereja aliran lain tidak bisa bangun di sini. Mau tidak mau masyarakat menerima (perda) itu," kata Usman.
Bupati juga membenarkan bahwa di Tolikara terdapat perda yang melarang pembangunan Masjid.
"Itu dalam bentuk peraturan bupati, Masjid dilarang juga dibangun dalam perda tersebut. Kalau Mushalla memang dari dulu ada," ujarnya.