Rabu 22 Jul 2015 14:16 WIB

Warga Katingan Temukan Bayi Beruang Madu Telantar

Satwa langka dan terancam punah beruang madu (Helarctos malayanus) bermain dengan penjaga di Taman Rusa Desa Lamtanjong, Kec. Suka Makmur Kab. Aceh Besar, Jumat (8/3)
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Satwa langka dan terancam punah beruang madu (Helarctos malayanus) bermain dengan penjaga di Taman Rusa Desa Lamtanjong, Kec. Suka Makmur Kab. Aceh Besar, Jumat (8/3)

REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Kalimantan Tengah menerima seekor bayi beruang madu berumur tiga bulan yang ditemukan warga kabupaten Katingan saat terlantar di tengah hutan.

Penyerahan ini patut diapresiasi dan membuktikan kesadaran masyarakat terhadap hewan yang dilindungi semakin meningkat, kata Kepala BKSDA Kalteng melalui Kasi Konservasi BKSDA Kalteng Yusuf Trismanto saat menerima bayi beruang madu tersebut di Palangka Raya, Rabu (22/7).

"Bayi beruang madu ini nantinya akan dibawa ke Pusat Rehabilitasi orangutan dan hewan dilindungi Nyaru Menteng agar di cek kesehatannya, dan melihat apakah bisa langsung dilepas atau tidak ke hutan," kata dia.

Koordinator Badan Teritorial Telapak Kalimantan Bagian Barat Johanes Jenito mewakili bercerita, penemuan bayi beruang madu tersebut saat warga Katingan mencari jernang di pedalaman hutan. Namun, dalam perjalanan menemukan bayi beruang madu berukuran segenggam tangan orang dewasa.

Diketahuinya beruang madu tersebut kadena ada tanda unik berwarna orange bulu sekitar dada, dan lokasi penemuannya di hutan sekitar Desa Tumbang Habangaio Petak Malay yang menjadi rumah beruang madu.

"Hutan yang melingkupi Desa Tumbang Habangoi itu jenis hutan tropis dataran tinggi, sehingga tipikal atau lokasi tepat bagi habitat Beruang Madu. Itu dasar kami menyebut hewan yang ditemukan benar beruang madu," ucap Johanes.

Dia menyayangkan hutan di Desa Tumbang Habangoi yang menjadi rumah beruang madu tersebut beroperasi empat perusahaan HPH. Alhasil, beruang madu yang merupakan hewan dilindungi rentan diburu manusia dan kehilangan tempat tinggal.

Koordinator Badan Teritorial Telapak Kalimantan Bagian Barat itupun menyerukan empat perusahaan HPH itu memenuhi kewajibannya sebagai unit manajemen kehutanan tersertifikasi pengelolaan Hutan Produksi Lestasi-Verifikasi Legalitas Kayu (S-PHPL).

"Ketentuan Penilaian S-PHPL menyebut tiap unit manajemen kehutanan wajib memberikan perlindungan bagi fauna yang dilindungi. Standar itu mengacu pada dokumen lampran 1.4 Peraturan Dirjen Bina Usaha Kehutanan nomor P.5/VI-BPPHH/2014 per 14 Juli 2014," demikian Johanes.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement