Senin 20 Jul 2015 17:40 WIB

Jokowi Harus Evaluasi Kinerja Korps Penegak Hukum

 Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Juntho
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Juntho

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak untuk mengevaluasi kinerja jajarannya di bidang hukum, khususnya Jaksa Agung HM Prasetyo karena dinilai gagal membawa perubahan bagi korps adhyaksa tersebut semenjak dilantik 20 November silam.

"Sejak dilantik hingga saat ini, independensi kejaksaan tidak ada sama sekali. Terlalu banyak intervensi politik. Kepentingan politik sudah menyandera Prasetyo. Dia harus dicopot," kata anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho, Senin (19/7).

Dia menilai, merosotnya kinerja kejaksaan di bawah kepemimpinan politikus Nasdem tersebut lantaran diduga memiliki loyalitas ganda. "Namanya pejabat yang dari politisi, pastinya dia loyal ke presiden dan juga pimpinan partai tempatnya bernaung. Aroma politisasi kejaksaan pun sudah terlihat dari merosotnya kinerja kejaksaan dibanding beberapa era sebelumnya," ujarnya.

Menurut Emerson, hal demikian juga tampak pada tidak adanya program kejaksaan yang jelas dan terukur, khususnya program antikorupsi. "Kondisi inilah yang membuat sulit bagi publik untuk berharap kejaksaan agung mampu menegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Otomatis apa yang dilakukan Prasetyo saat ini berpotensi menjadi titik lemah agenda Nawa Cita Jokowi dalam penegakan hukum," paparnya.

Dirinya juga mengkritisi 15 perkara korupsi yang dihentikan. Begitu pula dengan reformasi birokrasi di kejaksaan belum dilakukan secara berkualitas dan bersih. "Prasetyo terbukti belum memahami anatomi sumber daya manusia di kejaksaan. Contoh yang tampak sekarang pengiriman capim KPK, dimana kualitas yang lolos dari Polri lebih baik ketimbang yang disodorkan kejaksaan," tuturnya.

Senada dengan Emerson pengamat hukum dari Indonesia Justice Watch (IJW) Fajar Trio Winarko menyatakan Jaksa Agung Prasetyo juga masih tutup mata di bidang pengawasan. "Contoh saja perbuatan pemerasan oknum jaksa di Riau nilainya miliaran tidak diproses," katanya.

Tak hanya itu, Fajar berpendapat akuntabilitas informasi, SOP yang tidak baku maupun SDM yang tidak kompeten justru tidak menjadi fokus pembenahan oleh Prasetyo.

"Padahal faktor kepemimpinan adalah penguat utama yang sangat besar pengaruhnya untuk membuat pengawasan melekat menjadi efektif. Saya rasa Jokowi telah salah pilih Jaksa Agung. Mungkin semua masyarakat Indonesia punya penilaian yang sama seperti saya," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement